Author :
Mblobyblo (@Kiraaa_chan)
Cast :
Park Chanyeol
Kim Minseok
Support Cast :
Do Kyungsoo
Choi Jinri—Sulli
Kim Jongin—Kai
Genre :
Romance, Fluff (?)
Romance, Fluff (?)
Rating :
PG-15
Summary :
“Ia tidak perlu rangkaian puisi,
dekorasi lampu di taman, atau ciuman. Hanya sebuah pelukan hangat Park
Chanyeol, dan sebucket krisan putih. Itu sudah lebih dari cukup.”
ALUR KECEPETAN! OOC! FEM!XIU-SOO! DLDR! TYPO(S)
=KOTAK NYOCOT=
It’s my first ChanMin~ :D
Hahaha, berasa banget mengkhianati ChanBaek-_- but, it’s okay ..
*ChanBaek shipper&Baekhyun siap-siap bunuh author*
So, tanpa banyak bacot, nyocot, dan cocot
Check this Out!! ^^
.
.
.
It’s ChanMin GS fic
.
.
.
Don’t like? Don’t read!
.
.
.
Backsound : K.Will – Love Blossom
.
.
.
«CHANMIN || LOVE JOURNAL || GS«
©Mblobyblo
.
.
.
.
[Normal POV]
You have got 1 e-mail!
From (CC) : Princess Kim
Subject : -
Good morning, Prince Park!^^~ Have a nice day! :P
Prince Park—alias Park Chanyeol—tersenyum setelah membaca sebuah e-mail baru yang masuk ke aplikasi push e-mail yang baru dipasangnya dua
minggu yang lalu. Sebuah e-mail dari
seseorang yang selama beberapa minggu terakhir dekat dengannya, sekalipun lewat
e-mail, dengan nama account Princess Kim.
To (CC) : Princess Kim
Subject : -
Good morning too, Princess Kim! :D You must have a nice day too :P
Selesai mengirim e-mail, Chanyeol meletakkan ponselnya
diatas nakas dan mempersiapkan dirinya pergi ke sekolah.
¨CHANMIN¨
.
.
.
Seorang yeoja berambut panjang bergelombang
sepunggung yang diikat ekor kuda sedang berlari terburu-buru di sebuah trotoar
di kawasan Myeongdong-gu, Seoul.
Sesekali ia meniup-niup poninya yang jatuh menutupi mata saking terburu-burunya
ia berlari. Namanya Kim Minseok, jika kau ingin tahu.
Gara-gara kebodohannya
sendiri—tertidur pukul empat pagi karena mengerjakan proposal yang akan
diserahkan ke OSIS—ia harus terima bangun pukul setengah delapan, dan dalam
waktu setengah jam, ia harus ada di sekolah jika ingin daftar
ketidakterlambatannya tercoreng.
“Argh, sial!” ia
mengumpat kecil begitu mendapati tali sepatunya yang berwarna turquoise terlepas, sementara jarak
sekolah hanya tersisa sepuluh meter. Ia melirik jam tangannya, kurang tiga menit
sebelum bel masuk.
“Aish, jinjja!” ia jongkok
sedikit, lalu membenarkan tali sepatunya hingga terikat kuat. Setelah itu, ia
kembali berlari sekencang mungkin menuju sekolah.
Dan, setelah jarak tiga
meter, ia memelankan langkahnya. Tercoreng sudah daftar ketidakterlambatannya
di sekolah ini. Tiga tahun, ia berusaha untuk menyempurnakannya. Dan dengan
datangnya hari ini, rusak sudah segala kerja kerasnya. Harusnya ia menghidupkan
alarm kemarin!
“Nama,” suara Kris, ketua
divdis OSIS, terdengar begitu dingin ditelinga Minseok. Ia menelan ludahnya
berat sebelum menjawab.
“K-kim. Kim M-minseok,”
jawabnya dengan suara bergetar. Hah, dia benar-benar ingin menangis sekarang!
“Kelas,” suara itu turun
beberapa nada sehingga terdengar lebih dalam dan mengerikan. Minseok menghela
nafasnya sebentar, lalu berusaha tenang.
“3-3” jawabnya (sedikit)
lebih tenang. Kris sibuk sendiri dengan catatannya, tanpa memandang Minseok
sedikitpun.
“Kenapa terlambat?”
tanyanya. Minseok berpikir keras, masa dia harus menjawab, karena membuat
proposal untuk dikumpulkan ke ketua OSIS? Nanti, Kris pasti akan mengomel.
“Telat tidur”
“Kenapa telat tidur?”
“M-menonton d-drama,”
jawabnya tergagap. Semoga kebohongannya kali ini tidak berefek besar pada
apapun yang akan terjadi hari ini.
“Baiklah. Jangan
terlambat lain kali!” Kris berkata dengan nada kesal, mungkin efek meladeni
murid sebelumnya yang memang banyak. Ia mengarahkan dagunya kearah belakang,
mengisyaratkan Minseok untuk masuk.
Selama perjalanan ke
kelasnya, Minseok selalu memandang kebawah. Menekuri sepatunya yang berjalan
setapak demi setapak menuju kelas. Sesekali menghela nafas, sungguh, ia merasa
benar-benar sial kali ini.
BRUK!
“Ah!” ia memekik kecil
ketika bokongnya mendarat tepat di lantai. Sambil mengusap-usap bagian yang
sakit pada bokongnya—dan sedikit meringis—ia melihat orang yang menabrak (atau
ditabrak?) olehnya.
HUGH
Ia nyaris berhenti
bernafas begitu tahu siapa yang ditabraknya. Seorang kingka sekolah, Park Chanyeol. Seseorang yang selama ini
disukainya, sejak pertama kali melihatnya saat MOS—dimana Minseok bertugas
sebagai petugas PMR. Apalagi, semenjak tahu Chanyeol suka bermain gitar dan
basket. Diantara sekian ratus orang disekolahnya yang menyukai Chanyeol, ia
mungkin salah satu diantara mereka yang diam-diam menyukainya.
“Jwaesonghamnida! Jwaesonghamnida,
Chanyeol-ssi!” Minseok bangkit dan
membungkuk berulang kali didepan Chanyeol yang masih terduduk di lantai dengan
beberapa bukunya yang berantakan.
“Heuh, ne, gwaenchana,”
Chanyeol tampak lesu. Minseok tidak suka melihatnya, jadi, sebagai penghiburan
(walau ia tidak tahu itu bekerja atau tidak) ia mengambil seluruh buku Chanyeol
yang berserakan dan menumpuknya, lalu memberikannya pada Chanyeol.
“Gomapta, Minseok-ssi!”
ucap Chanyeol setelah melihat name-tag
Minseok yang ada pada jas seragamnya. Minseok merona sedikit, lalu mengangguk
canggung. Begitu ingat, mungkin Son-seonsaengnim
sudah memulai pelajarannya, ia buru-buru berlari. Meninggalkan Chanyeol, dan
sebuah.... jurnal biru?
“Ini, milik siapa?” tanya
Chanyeol menaruh tumpukan bukunya di lantai dan berjongkok dihadapan sebuah
jurnal biru bergambar menara Eiffel
dan sebuah puisi singkat dalam bahasa Perancis yang ia tidak mengerti.
Chanyeol memutuskan untuk
membuka halaman pertamanya, dimana satu lembar penuh terisi oleh biodata si
pemilik yang ditulis dengan gliter
berwarna hijau tosca—sesuai
dugaannya.
Nama : Kim Minseok
Tanggal lahir : 26 Maret
1990
Alamat : Jalan xxx no. 13,
Myeongdong-gu, Seoul
Nomor telepon :
+8256238967xxx
Note : Jika menemukan buku
ini, harap dikembalikan ke alamat pemilik^^~
Dilarang membuka jurnal ini tanpa seijin pemilik!
Chanyeol tersenyum, mungkin
bisa saja ia menyusul Minseok ke kelasnya dan mengembalikan jurnal itu sekarang
juga. Tapi ia rasa, ia harus memuaskan rasa penasaran yang ada dalam benaknya
dulu.
♥Kiraaa_chan♥
.
.
.
“Ya Tuhan! Dimana
jurnal-ku?” dengan suara pelan, Minseok berkata sambil mengaduk-aduk isi
tasnya. Ia sekarang berada didalam kelas Son-seonsaengnim, setelah beruntungnya ia tidak dimarahi. Raut wajahnya
tampak panik, apalagi setelah mengetahui jurnal rahasianya hilang.
“Minseok-a, waeyo?”
Kyungsoo, teman yang duduk di bangku sebelahnya, bertanya dengan suara pelan,
setelah menyadari kepanikan Minseok yang tidak biasanya.
“Jurnalku hilang,
Kyungsoo-ya. Bagaimana ini?” Minseok
rasanya ingin menangis lagi. Ia belum siap jika seluruh rahasianya yang ada di
jurnal itu terbongkar, apalagi ditangan orang-orang bermulut ‘ember’.
“Apa sebelumnya kau
terjatuh?” Minseok mengangguk.
“Mungkin jatuh ditempat
kau jatuh tadi,”
DEG!
Perkataan Kyungsoo
membuatnya terkejut. Jika benar jatuh ditempatnya jatuh tadi, berarti......
Jangan sampai!—batinya takut.
♥_woogyuzizi_♥
.
.
.
Sementara Chanyeol tampak
tak fokus dengan pelajaran Ahn-seonsaengnim
hari itu. Tatapannya terus memandang ke bawah, tepatnya ke jurnal biru langit
yang dipegangnya, dan disembunyikan di lokernya. Ia tengah sibuk membaca jurnal
itu.
Seoul, 30 April 20xx
Hari ini, dia tampak tampan
dengan kostum baru tim basket. Wah, semua yeoja meneriakkan namanya dengan kencang! Kecuali
aku. Yeah, mana punya keberanian aku meneriakki namanya yang indah itu.
Sekalipun begitu, aku tetap mencintainya! ^^
Seoul, 02 Juni 20xx
Betapa kejamnya Kwon-seonsaengnim! Dia menghukumku
menata buku tahunan di perpustakaan karena aku sibuk sendiri dengan ponselku.
Harusnya dia tahu, aku sedang membalas e-mail saudaraku yang ada di Mokpo. Ugh! Aku ingin membunuhnya!
Chanyeol terkekeh. Membayangkan,
siapa namja yang dimaksud sunbae-nya itu dalam jurnalnya.
Minseok—begitu namanya—hanya menyebut namja
itu dengan kata ‘dia’, tanpa ada
inisial. Kata-kata tim basket menjadi satu-satunya kata kunci baginya.
Tim inti basket yang
menjadi kingka hanya empat. Dirinya,
Kris, Kai, dan Sehun. Pasti salah satu diantara kami, pikirnya. Lalu, ia
kembali melanjutkan kegiatan membacanya ke halaman berikutnya.
Seoul, 03 Juni 20xx
Hari ini dia tampak murung.
Ada apa? Biasanya ia adalah orang yang paling ceria dan cerah, seperti bunga
matahari. Tapi hari ini, ia tampak tidak bersemangat. Apakah dia sakit?
Sungguh, aku khawatir. Bahkan dari kejauhan-pun, aku masih dapat melihat
kantung matanya yang menghitam. Waeyo, Prince?
DEG!
T-tunggu! Tunggu dulu!
Apa kata terakhirnya? Prince? Dari
empat kingka sekolah—yang semua merupakan anggota tim basket—hanya Chanyeol dan
Kris-lah yang memiliki nickname ‘Prince’. Satu lagi petunjuk lain,
perlahan ia menemukan titik terang.
Selain itu, pada saat
hari yang sama—sekitar tanggal dua dan tiga Juni—seingat Chanyeol, saat itu dia
sedang stress karena baru saja putus dengan kekasihnya semenjak SMP, Byun
Baekhyun, karena yeoja itu harus
pindah ke London. Mengikuti appa-nya
yang dipindah-tugaskan.
“PARK CHANYEOL!” suara
Ahn-seonsaengnim mengejutkannya. Ia
buru-buru menutup jurnal biru itu dan menelusupkannya ke bagian terdalam loker
mejanya.
“N-ne, seonsaengnim?”
tatapan Ahn-seonsaengnim begitu
tajam. Chanyeol menelan ludahnya kasar.
“Perhatikan pelajaranku,
atau KELUAR DARI KELAS!” Chanyeol hanya mampu mengangguk dan segera
memperhatikan pelajaran.
♥Kiraaa_chan♥
.
.
.
Jam istirahat sudah
berlalu sepuluh menit, namun makanan di nampan Minseok masih berkurang
seperlima-nya. Wajahnya murung, dan ia tampak tak berselera makan. Berulang
kali, ia hanya mengaduk-aduk cream soup-nya,
atau meminum melon juice-nya sedikit.
“Minseok-eonnie, waeyo?” ah, itu suara Choi Jinri, atau sering dipanggil Sulli, adik
kelas kesayangannya.Orang yang semenjak ia masuk ke sekolah ini menjadi teman
curhat Minseok.
“Jinri-ya, jurnalku hilang. Aku tidak tahu
dimana jatuhnya. Bagaimana ini? Kau tahu kan, isinya rahasiaku semua?” adu
Minseok. Suaranya terdengar putus asa.
“Mwo? Bagaimana bisa, eonnie?”
Minseok hanya menggeleng. Ia sudah panik, bingung, dan ah! Semua rasa itu
bercampur dan berputar-putar dalam benaknya.
“Sabar ya, eonnie. Jurnal itu pasti segera ketemu
kok, pasti!”
Minseok berharap ucapan
Jinri kali ini benar-benar manjur. Ia berusaha tersenyum, berharap perasaannya
lebih baik.
♥Kiraaa_chan♥
.
.
.
Bel pulang sekolah sudah
berbunyi sejak lima belas menit yang lalu, tapi Minseok masih belum beranjak
dari posisinya. Ia memandang keluar kelas—lewat jendela, dimana berhadapan
langsung dengan lapangan basket milik sekolah.
Tim basket sedang
berlatih keras untuk persiapan lomba melawan sekolah dari distrik sebelah dua
minggu lagi. Terkadang, Minseok harus rela pulang sore hanya demi menonton
latihan itu selama tiga jam penuh. Ah, bukan, bukan menonton latihan itu
benar-benar, tapi hanya menatap salah seorang dari mereka. Park Chanyeol.
Ketika sore sudah tiba,
harusnya Minseok sudah dalam perjalanan pulang. Tapi rupanya, latihan itu belum
usai. Jung-seonsaengnim memang ketat
dalam melatih, mungkin mereka akan latihan sampai agak larut. Begitupun Minseok
yang harus ikut-ikutan pulang larut meskipun ia tidak ikut berlatih.
Mengabaikan setumpuk pekerjaan rumah yang sudah siap dikerjakan begitu ia tiba
di rumah.
Tiga jam, dan Minseok
mulai bosan. Ia berjalan kearah tempat duduknya, mengambil sebotol air minum,
lalu meminumnya, sebelum ia kembali ke posisi semulanya—berdiri didekat
jendela. Ia berpikir, lalu mulai menyanyi untuk menghilangkan rasa bosannya.
“Heart.. beats.. fast. Colors.. and promises. How to be brave, how can I
love, when I’m afraid.. to fall..” Minseok hanya bernyanyi dalam suara
pelan, namun suaranya yang jernih terdengar begitu jelas, menggaung ke seluruh
penjuru kelas.
“But watching you stand.. alone. All of my doubt, suddenly goes away..
somehow~” ia memejamkan mata, tanpa mengetahui bahwa latihan basket telah
usai dan anggota tim-nya sudah pulang.
“One step.. closer”
“I have die every day, waiting for you.. darling don’t be afraid, I have
love you, for a thousand years.. I love you for a thousand more~”
“D-dangsineun nuguya?” suara dibelakangnya membuatnya membuka mata
dan buru-buru membalikkan badan. Didepan pintu kelasnya, sudah berdiri seorang
Park Chanyeol, dengan bola basket di tangan dan sebuah buku jurnal... tunggu!
Itu jurnalnya! Jurnal Minseok!
“J-jurnalku!” Minseok
meneteskan air mata begitu melihat jurnalnya lagi. Ia tidak berharap jika
jurnal itu ditemukan oleh petugas kebersihan dan akhirnya dibakar atau dibuang
ke TPA.
Dengan langkah berderap,
Minseok berjalan kearah Chanyeol. Dan begitu mereka berhadapan, ia segera
merebut jurnal biru itu dan berbalik, mengambil tasnya dan pergi keluar kelas
tanpa mempedulikan adanya Chanyeol. Ia benci. Harusnya Chanyeol segera
mengembalikan jurnal itu padanya, bukan malah menyimpannya.
“T-tunggu!” ia berhenti
begitu mendengar suara Chanyeol dibelakangnya. Ia menunggu Chanyeol mengucapkan
kalimatnya, selama satu menit. Ia baru akan melangkah ketika Chanyeol bersuara,
“Siapa yang kau maksud
dengan ‘Prince’ dalam jurnal itu?”
DEG!
Jadi, Chanyeol
membacanya? Bagaimana ia harusnya sekarang menjawab? Apakah ia harus jujur?
Atau berbohong?
“Kau” belum sempat Chanyeol sadar dan ngeh dengan jawaban yang Minseok berikan, Minseok sudah menghilang
di tikungan koridor.
¨CHANMIN¨
.
.
.
Minseok tidak peduli
dengan panggilan ibu-nya untuk makan malam, atau suara ponselnya yang bordering
terus-menerus, menandakan ada telefon masuk—sekaligus
e-mail masuk. Ia hanya menangis
diatas kasur queen size bersampul
biru langit bermotif menara Eiffel
miliknya.
Ia terlalu takut. Takut
jika setelah ini, Chanyeol akan membencinya, atau yang lebih parah, menjauhinya
secara terang-terangan. Ia terlalu bodoh sekarang. Kenapa dari dulu, ia tidak
jujur saja? Tentang dirinya, identitas aslinya?
Dialah yang memiliki account e-mail Princess Kim. Orang yang selama ini dekat dengan Chanyeol, dia
orangnya. Tanpa sekalipun Chanyeol mengenalnya, tapi ia mengenal Chanyeol. Dia
yang diam-diam memperhatikan Chanyeol dari jauh, tanpa berani mendekatinya
untuk (sekedar) berteman.
Ketika suara dering
telfon membuatnya muak, ia mengambil ponselnya secara serampangan dan melihat
kelayarnya.
Sebuah nomor tidak dikenal.
PIP!
“Yeoboseyo?” sapanya.
“Yeoboseyo? Benarkah ini Kim Minseok?”
Ia memutuskan panggilan itu. Ia tahu benar suara
siapa tadi. Suara Park Chanyeol. Dengan segera, ia mencopot baterai ponselnya,
mencabut kartu SIM-nya dan
mematahkannya.
¨CHANMIN¨
.
.
.
[Chanyeol’s Side]
“Argh!” Chanyeol
membanting ponselnya ke kasurnya. Ia mengacak rambutnya frustasi. Kim Minseok
yang memutuskan panggilannya, Princess
Kim yang tidak membalas e-mailnya.
Tunggu!
Kim-Min-Seok? Princess-KIM? Kenapa Chanyeol merasa
kedua nama itu ada hubungannya? Apakah Kim Minseok, pemilik asli account Princess Kim yang selama ini dekat dengannya?
Ia mengambil lagi
ponselnya, lalu mengecek lagi alamat biasanya ia mengirim e-mail pada Princess Kim.
Jadi, selama ini, ia
berhubungan dengan Kim Minseok? Sunbae-nya
sendiri? Dan ia juga menyukainya (jujur, Chanyeol menyukai kepribadian Princess Kim—Minseok)? Benarkah? Tapi,
setelah insiden jurnal tadi, masihkah Minseok bisa memaafkannya?
Ia ragu
¨CHANMIN¨
.
.
.
Semenjak kejadian itu,
Minseok selalu mengurung dirinya didalam kelas. Ia meminta ibunya untuk
membawakannya bekal, sehingga ia tidak perlu ke kantin—dan bertemu Chanyeol.
Terkadang, di istirahat kedua, ia pergi ke perpustakaan dan bersembunyi di meja
paling ujung—untuk menghindari Chanyeol yang datang ke kelasnya (begitu kata
Kyungsoo).
Dalam waktu dekat, ia
akan menghadapi ujian masuk universitas. Pikiran dan tenaganya sudah terkuras
untuk belajar, belajar, dan belajar. Ia tidak punya waktu untuk memikirkan
permasalahan yang lain. Termasuk soal Park Chanyeol.
Sore ini, ia dan Kyungsoo
memutuskan untuk pulang larut, guna membahas materi trigonometri yang
(ternyata) masuk sebagai bahan ujian. Mau tak mau, Minseok harus bertahan di
sekolah untuk meminta penjelasan lebih detail pada Kyungsoo—yang lebih mengerti
tentang matematika.
Sembari menunggu Kyungsoo
kembali dari acara rutin klub jurnalistik, Minseok memandang keluar jendela,
seperti kebiasaannya dulu, yang kini tak pernah lagi dilakukannya. Disana, tim
basket masih tetap berlatih. Tatapannya tertuju pada seseorang diantara mereka,
Park Chanyeol. Yang sedang sibuk men-dribble
bola.
“I have die, everyday waiting for you. Darling, don’t be afraid, I have
love you. For a thousand years, I love you a thousand more~” ia kembali
menyenandungkan lagu A Thousand Years
milik Christina Perri. Lagu yang selalu bisa mewakili perasaannya pada
Chanyeol, seperti apapun itu.
“And all alone, I believe, I have found you. Time has brought, your love
to me. And I have love you, for a thousand years. I love you for a thousand
more...”
Ketika Chanyeol
menolehkan kepalanya, dan ia mendapati Minseok sedang berdiri dibalik jendela
sembari menatapnya. Dalam beberapa detik, pandangan mereka terkunci, tanpa
mampu beralih. Panggilan Jung-seonsaengnim
diabaikannya, ia ingin menikmati momen ini, sebentar saja.
Ketika Minseok
membalikkan badannya dan menghilang dari pandangan Chanyeol, ia tahu, bahwa ia
tidak bisa melihat kedalam mata itu lagi.
♥Kiraaa_chan♥
.
.
.
Hari ujian telah tiba,
dan Minseok merasa berdebar menghadapinya. Kyungsoo tampak sibuk mengobrol
dengan Kai, yang (ternyata) kekasihnya. Minseok mendengus iri, ketika melihat
mereka berdua berpelukan dan Kai membisikkan kata ‘Fighting!’ dengan lembut ke telinga Kyungsoo.
Minseok mengalihkan
pandangannya dan memilih menyibukkan diri dengan buku ditangannya. Sesekali, ia
menengadahkan kepalanya, menatap langit biru yang dihiasi gumpalan awan putih
menggulung yang berlayar pelan menyusuri langit.
“Eonnie!” suara itu membuatnya menoleh, lalu mendapati Jinri berlari
dan melambai kearahnya. Ia balas melambai, lalu tersenyum manis.
“Kau harus lulus eonnie! Eonnie pasti bisa! Fighting!”
sekalipun ia iri pada kemesraan Kai-Kyungsoo, sepertinya suntikan semangat dari
ibunya dan Jinri sudah lebih dari cukup.
♥Kiraaa_chan♥
.
.
.
Minseok tersenyum senang
begitu mendapati namanya ada di daftar peserta yang lolos ujian. Begitupun
Kyungsoo yang tampak sedang menelfon ibunya. Setelah itu, mereka berpelukan dan
high-five beberapa kali.
“Oh ya, apa besok kau
datang ke hari perayaan kelulusan?” tanya Kyungsoo.
“Dimana? Sepertinya hanya
aku yang belum tahu acaranya,” mereka terkekeh.
“Di sekolah. Memakai hanbok. Kau harus ikut, Minseok-a! Itu hari terakhir kita ada di
sekolah, sebelum kita benar-benar lulus!” ujar Kyungsoo bersemangat. Minseok
tampak berpikir sebentar, lalu mengangguk.
“Baiklah, aku akan
datang. Kita bertemu di kelas, ya!” Kyungsoo mengangguk.
♥Kiraaa_chan♥
.
.
.
Minseok tiba di sekolah
pukul sembilan, lengkap dengan hanbok
berwarna biru laut-putih. Rambutnya yang cokelat bergelombang sepinggang tampak
diikat kesamping, menyisakan poninya. Sembari berjalan masuk, ia menelfon
Kyungsoo yang belum tiba.
“Yeoboseyo? Kyungsoo-ya?
Kau sampai mana?”
“Ah, Minseok-a. Mungkin aku sampai sepuluh menit
lagi. Kau masuk duluan saja!”
“Baiklah”
PIP
Minseok menyusuri halaman
sekolahnya perlahan, berusaha meresapi hawa yang sudah akrab dengannya selama
tiga tahun. Ia takut merindukannya nanti ketika di universitas, karena ia tidak
mungkin kemari lagi.
Koridor, tempat yang dulu
dianggapnya tidak terlalu bermakna. Kini mungkin tampak begitu bersejarah
baginya. Tempat pertama yang ia hafal ketika ia masuk ke sekolah ini, sekaligus
tempat....
Ia bertemu Chanyeol
Ia tidak ingin mengingat
masa lalu, jadi, ia mempercepat langkahnya. Ketika sampai di kelasnya, ia ingin
menangis. Kelas itu sudah dihias dengan renda-renda dan pita-pita sehingga
tampak meriah. Papan tulisnya sudah ditulisi sebuah kalimat,
LULUS BUKAN BERARTI MELUPAKAN MASA LALU PALING INDAH YANG SUDAH DIALAMI
SELAMA DISINI! KAMI AKAN SELALU MENGINGAT SEMUANYA! SARANGHAE! 3-3
Ia menyusuri kelas itu
perlahan. Ia berhenti didepan mading kelasnya yang memajang setiap kejadian ‘penting’ yang terjadi diantara mereka.
Mulai dari ketika hari jadi sekolah, peringatan Chuseok, hari kemerdekaan, bahkan sampai ketika keributan mereka
ketika Jeon-seonsaengnim tidak masuk
(Jeon-seonsaengnim dikenal killer di kalangan anak kelas 3).
Langkah Minseok terhenti
ketika ia sampai di depan jendela. Jendela tempat (dulu) ia memandang Chanyeol
yang bermain basket, dari kejauhan. Tempat yang menjadi saksi acara ‘Waiting-For-Chanyeol’ yang dijalaninya.
Ia pasti akan merindukan saat-saat itu, dengan—
“Minseok-noona~”
suara itu membuat Minseok berhenti bernafas, sekaligus membuat tenggorokannya
tercekat. Ia terlalu takut untuk menoleh, apalagi membalikkan badan.
“Minseok-noona”
suara itu lagi, dan Minseok mulai merasakan dadanya berdebar tak karuan. Ia
menghela nafas, lalu bersiap berbalik. Dan—
Dia disana.
Chanyeol disana.
Ia mengenakan stelan tuxedo berwarna hitam, lengkap dengan
dasi kupu-kupu yang membalut kemeja putihnya. Rambut kecokelatannya ditata
naik, serupa ombak yang siap menghantam pantai.
Mata mereka bertemu dan
terkunci lagi, membuat segala di sekeliling mereka berpendar, menjadi sebuah
ruang putih bercahaya. Seolah mereka tidak ingin beralih, apalagi beranjak.
Suasana itu terlalu indah dan terlalu nyaman untuk ditinggalkan.
Ketika Minseok berkedip,
suasana berpendar itu hilang. Ia melangkah, selangkah demi selangkah, seperti slow-motion. Chanyeol merasakan ia akan
pingsan begitu melihat Minseok yang hari itu begitu... cantik.
“Selamat atas kelulusanmu, noona~” kata Chanyeol sambil
memberikan bucket bunga krisan putih
pada Minseok. Minseok menerimanya dengan pipi merona sedikit, lalu tersenyum.
“Terima kasih”
Sejenak, suasana menjadi
hening. Minseok tidak tahu, kemana rasa bencinya pada Chanyeol ketika mengingat
masalah jurnal biru itu. Semuanya seolah hilang entah kemana.
“Noona,” Minseok mendongak.
“Ne?” Chanyeol terdiam lagi.
“Aku minta maaf soal
jurnal biru-mu waktu itu. Aku tidak bermaksud untuk membongkar rahasia-mu. Ah,
bagaimana yah—”
“Tidak apa, aku
mengerti.” Chanyeol terkejut. Tapi akhirnya, ia tersenyum selebar mungkin dan
menerjang Minseok. Membuat bucket
bunga dalam genggamannya terjatuh.
“Aku bukan orang yang romantis
seperti Kai, tapi—” Minseok menahan nafasnya. Dada Chanyeol yang menempel
langsung pada pipinya terasa hangat, ia bahkan merasakan debar jantung namja
itu. Pelukan itu terasa nyaman.
“Saranghae,” Minseok merasakan ketika Chanyeol mengusap puncak
kepalanya dengan pelan. Sambil mengucapkan kata ‘saranghae’ dengan lembut, ditemani sebuah pelukan hangat. Perlahan,
Minseok mengangkat tangannya, dan mengusap punggung lebar Chanyeol.
“Nado. Nado saranghae,”
ucap Minseok sambil membenamkan wajahnya ke dada Chanyeol.
Cukup dengan pelukan
hangat seorang Park Chanyeol, hatinya akan luluh. Ia tidak perlu rangkaian
puisi, dekorasi lampu di taman, atau ciuman. Hanya sebuah pelukan hangat Park
Chanyeol, dan sebucket krisan putih.
Itu sudah lebih dari cukup.
«FIN«
=KOTAK NYOCOT=
Ugh! I didn’t make a good
fluff. So sorry if the ending so bad~ >_<
Apakah ChanMin-nya
memuaskan? Belum? Okeh, mungkin lain kali di-revisi. (kalo enggak lupa :D)
Mind to review? :)
Salam heaven :))