Thursday, September 19, 2013

We Were In Love || BTS Fanfiction #CHAPTER II - PAPAN TULIS KELAS

Tittle :
We Were In Love
Author :
Mblobyblo (@GenieJin_) and BubbleBlack (@Monkey_Blue1315)
www.blackfirefanfic.wordpress.com
Cast :
Seok Jin Ah (JIN)
Kim Ah Rin
Kim Tae Hyung (Steve Kim)
Kwon Hye Joon
Jeon Jung Kook (Shibata Taketora)
Ryu Hye Kyu
Support cast :
Park Ji Min
Choi Ri Rin
Kim Byul
And the others .. ^^
Main Pairing :
JinKyu (JIN-Hye Kyu), TaeJoon (Tae Hyung-Hye Joon), KookRin (JungKook-Ah Rin)
Genre :
Romance, School-life
Rating :
T
Summary :
All I wanna do is find a way back into love. I can’t make it true without a way back into love~
=KOTAK NYOCOT=
Part ini tetep serius ke Hye Kyu dan si ‘namja berponsel putih’, plus potongan-potongan tambahan untuk chapter depan yang (rencananya) bercerita tentang Ah Rin dan Jung Kook #spoiler! #slap –GenieJin
Oke,
Check this Out!!
~
~
~
::BTSxOC || WE WERE IN LOVE::
©GenieJin & ©Black Shadow



CHAPTER II – PAPAN TULIS KELAS
♥ SUBTITTLE : FIRST MEET 
.
.
.

[Normal POV]
            Sepulangnya Hye Kyu dari sekolah, ia tidak lagi memikirkan tentang acaranya untuk mencekik oppa-nya. Setelah mengganti sepatu sekolahnya dengan sandal rumah, ia segera naik ke lantai dua—tempat kamarnya berada—dan membanting dirinya ke kasur. Tanpa mempedulikan panggilan eomma-nya untuk makan siang terlebih dahulu.
            Dalam genggamannya, masih terdapat kaleng soda kosong dari si ‘namja berponsel putih’—setidaknya begitu Hye Kyu menyebutnya. Ia tersenyum sendiri, mengingat bagaimana cara namja itu tersenyum.
All I wanna do is find a way back into love
I can’t make it through without a way back into love
And if I open my heart again
I guess I’m hoping you’ll be there for me in the end
            Ringtone ponsel Hye Kyu berbunyi. Ia bangkit dan mengaduk-aduk isi tasnya, berusaha menemukan ponselnya yang mungkin terselip diantara beberapa onggok barang tak penting yang dibawanya ke sekolah.
            “Ketemu!” katanya senang dan segera menekan logo telefon berwarna hijau di layar. Oh, ternyata eonnie tertuanya, Ah Rin. Beruntung, suasana hatinya sedang baik sekarang, mungkin ia akan berbagi kebahagiaan dengan Ah Rin.
            Satu jam, setidaknya itu waktu yang cukup lama untuk seseorang berbagi kebahagiaan dengan sahabatnya. Tapi, tidak dengan Hye Kyu. Ia nampak masih kuat dan semangat berceloteh tentang pertemuannya dengan si ‘namja berponsel putih’.
            Aigoo, Hye Kyu-a~ ini sudah satu jam. Sebentar lagi aku akan pergi ke kelas tari. Nanti aku hubungi lagi, ne?” mungkin jika Ah Rin tidak ada kelas menari hari ini, Hye Kyu akan menyedot pulsanya sampai habis tak bersisa.
            “Neeonnie. Besok kita sambung lagi, oke? Annyeong!”
PIP!
            Hye Kyu tersenyum menatap ponselnya sendiri. Hari ini, mood-nya benar-benar dalam suasana yang luar biasa baik. Mungkin setelah ini, dia akan menelfon Hye Joon juga untuk berbagi kebahagiaan.
            “RYU HYE KYU!!! SEGERA TURUN DAN MAKAN!!” dan suara baritone Han Byul yang menggaung meneriakkan dirinya, berhasil membuat mood-nya turun satu level.

∞ WE WERE IN LOVE ∞

            Hye Kyu masuk gerbang sekolah dengan semangat yang berbeda dari kemarin. Jika kemarin dia semangat karena berhasil menginjakkan kaki sebagai murid ‘official’ di Norang High School, maka hari ini, ia semangat karena si ‘namja berponsel putih’.
            Entah kebetulan atau tidak, Jung Kook juga datang bertepatan dengannya. Ia tersenyum, ingin berbagi kebahagiaannya dengan Jung Kook juga—setelah Ah Rin dan Hye Joon. Jung Kook juga temannya, right?
            “Jung Kook-a!” panggil Hye Kyu dengan semangat. Tapi, Jung Kook sama sekali tidak menolehkan kepalanya. Kurang kencang mungkin, pikir Hye Kyu optimis.
            “JUNG KOOK-a!!!” Jung Kook tidak menoleh sekalipun Hye Kyu sudah mengeluarkan semua suaranya, bahkan ada beberapa murid yang mencibir. Hye Kyu mengerucutkan bibir dan mengentak-entakkan kakinya ke tanah, merasa kesal pada teman barunya itu. Ia segera berjalan cepat kearah Jung Kook dan menepuk pundaknya cepat.
            “Apa?” tanya Jung Kook sambil melepaskan headshet-nya. Hye Kyu melongo. Dia sadar kalau ia itu bodoh—menurutnya, tapi ia juga tidak menyangka akan meneriaki orang yang sedang memakai headshet.
            ‘Aku benar-benar bodoh,’ batin Hye Kyu mengenaskan.
            “Ani, aku ingin berbagi kebahagiaan denganmu!” Hye Kyu melupakan sejenak ‘kebodohannya’ dan kembali ke tujuan utamanya, berbagi kebahagiaan.
            “Berceritalah,” kata Jung Kook sambil memasukkan headshet-nya ke kantung celana. Hye Kyu adalah teman yeoja pertamanya. Selama ini, Jung Kook tidak punya teman yeoja yang seperti Hye Kyu.
            “Kemarin saat pulang sekolah, aku kehausan di halte. Saat akan beli minum, bus yang kutunggu sudah hampir dekat. Aku meraung-raung kesal, lalu—” Hye Kyu mengipasi wajahnya yang memanas tiba-tiba. Jung Kook terkekeh, yeoja disampingnya itu lucu jika sedang blushing.
            “—Ada seorang namja yang memberiku sekaleng soda. Aku langsung berterima kasih dan meneguknya sampai habis! Dan kau tahu yang terjadi selanjutnya? Aku berterima kasih lagi, dan dia tersenyum padaku! Aku jatuh cinta pada senyumnya, Jung Kook-a!”
DEG!
            Sesuatu dalam ulu hati Jung Kook terasa seperti dililit kuat dan ditinju sekepal tangan. Membuatnya terasa sesak. Perkataan terakhir Hye Kyu yang membuatnya seperti ini. Wae?, tanyanya dalam hati. Tidak mungkin kan.. dia menyukai Hye Kyu? Tidak. Mungkin.
            Ia berusaha tersenyum, seolah tujuan Hye Kyu berhasil, “Lalu? Kau tidak meminta nomor ponselnya?” Hye Kyu mengerucutkan bibir sambil memukul lengan kokoh Jung Kook dan menggerutu sebal. Jung Kook terkekeh, setidaknya namja yang dimaksud Hye Kyu tidak sedekat dia dan Hye Kyu. Eh? Dekat? Apa-apaan dia ini?!
            “Tidak mungkin! Bahkan kami baru bertemu tidak lebih dari lima menit! Bagaimana bisa aku meminta nomor ponselnya!” omel Hye Kyu sambil mengentak-entakkan kakinya kesal ke tanah. Lagi-lagi, Jung Kook terkekeh dan mengacak rambut Hye Kyu pelan.
DEG
DEG
DEG
            Jantung Hye Kyu berpacu lebih cepat dari biasanya. Perlakuan Jung Kook, penyebabnya. Perlakuannya itu terlalu... manis. Bahkan Han Byul yang notabene adalah oppa-nya tidak pernah berbuat seperti itu padanya. Namja bertubuh tinggi dan berkulit tan itu malah sering-sering menjitak kepalanya.
            Mereka terdiam, saling bergumul dalam pikiran masing-masing. Sementara Hye Kyu memikirkan perlakuan Jung Kook, debar jantungnya, serta si ‘namja berponsel putih’, Jung Kook berpikir, betapa beraninya dia melakukan hal itu pada Hye Kyu. Di hari kedua mereka bertemu.
            Dari pintu gerbang, Ah Rin menatap ‘kemesraan’ Jung Kook dan Hye Kyu dengan pandangan nanar. Walaupun jarak gerbang dan depan gedung hampir 20 meter, kejadian itu nampak bening dan jelas tertangkap matanya. Barulah ia melanjutkan jalannya, setelah Jung Kook dan Hye Kyu menghilang dalam gedung sekolah.

»BANGTAN BOYS«

[HYE KYU’S POV]
            Hari ini akan ada penjelasan tata tertib sekolah dari anggota OSIS. Juga akan ada pengenalan organisasi OSIS beserta profil pengurusnya. Aku, tidak tertarik ikut organisasi itu, sama sekali. Maka dari itu, aku hanya menatap buku catatanku yang masih polos—bersih dari tulisan—dan memainkan pensil mekanik turquoise-ku.
            “Jung Kook-a~”
            “Jung Kook-a~” panggilku kepada Jung Kook setengah berbisik. Seo seonsaengnim, salah satu guru Konseling di sekolah ini, sedang menjelaskan tentang ‘pendidikan karakter bangsa’ (?) didepan kelas. Aku tidak mau memberikan kesan buruk dengan masuk ke ruang BK di hari kedua bersekolahku disini.
            Jung Kook tidak menoleh, tapi melemparkan selembar kertas yang digulung asal dan diberi pemberat berupa pita berwarna hijau muda. Aku terkekeh kecil sambil berpikir, bagaimana bisa namja sepertinya punya pita seperti ini?
            Aku tetap membuka gulungan kertas darinya. Terdapat sebuah rentetan kalimat yang ditulis dengan Hangeul yang rapi.
Jangan mengobrol sekarang, kudengar Seo saem ini matanya sangat jeli!
            Kutatap lagi Seo saem yang ada didepan. Benar saja, kacamata yang berwarna kecokelatan itu tampak memanipulasi pergerakan matanya. Kulihat dia sedang memicing kearah Shin Yoon dan Hana yang sedang mengobrol secara diam-diam.
Mianhae, aku mengantuk karena bosan. Maka dari itu aku ingin mengajakmu mengobrol! :D
            Kuikat kembali gulungan kertas itu dengan rapi. Setelahnya, aku pura-pura melihat Seo saem dan melempar kertas itu ke bangku Jung Kook. Dia menoleh dan menatapku sambil mendengus, lalu menulis sesuatu di kertas itu.
PLUK!
            Dengan semangat tertahan, aku membuka gulungan kertas itu. Beberapa detik aku berkerut kening, namun tak lama, aku membalas pesannya. Kuikat lagi kertas yang sudah mulai lusuh itu dengan asal, dan kulempar lagi kearahnya.
Drrrtt... Drrrtt...
From : +82000xxxxx
Jam berapa kau tidur, hm? Ini masih pagi dan kau sudah mengantuk!
            Sudah jelas pengirimnya, Jeon Jung Kook. Setelah menyimpan nomornya di kontakku, aku segera membalas pesannya dengan hati-hati, sesekali melirik kearah Seo seonsaengnim yang sedang menulis sesuatu di papan tulis kelas.
To : Kkukiie~ ^^
Aku kemarin tidur jam 12 malam. Menonton drama! Apa kau yakin ini aman?
            Aku memasukkan handphone-ku kedalam kantung jas seragamku dengan perasaan berdebar. Bukan bagaimana-bagaimana, tapi perkataan Jung Kook diawal percakapan tidak langsung ini harus membuatku ekstra hati-hati. Aku tidak ingin mendodai catatan sekolahku disini dengan kekonyolanku.
From : Kkukiie~ ^^
Aku tidak bisa menjamin. Lima menit lagi, jam ini usai. Sudah dulu saja~ :)
            Aku menghela nafas lega sekaligus senang mendapati beberapa menit lagi pelajaran ini usai. Kumasukkan lagi handphone-ku kedalam kantung jas dan pura-pura sibuk mencatat apa yang dituliskan Seo seonsaengnim di papan tulis.
TEEET!! TEETT!!
            Aku nyaris berteriak girang karena bel itu berbunyi tak lama kemudian. Mungkin aku akan benar-benar berteriak girang jika tidak ada guru yang mengajar didepan. Untungnya aku masih dalam keadaan sadar, sehingga aku hanya mampu tersenyum senang. Sembari memasukkan catatanku kedalam tas, aku memanggil Jung Kook.
            “Jung Kook-a,” panggilku.
            “Waeyo?” tanyanya sambil membalikkan tubuhnya menghadapku.
            “Ke kantin?” tawarku. Dia menimbang-nimbang sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum. Aku ikut-ikut tersenyum dan bangkit dari bangkuku.
            “Kajja!”

»BANGTAN BOYS«

[Normal POV]
            Eonnie!” panggil Hye Kyu begitu melihat dua eonnie-nya sudah duduk di salah satu bangku kantin. Hye Joon menoleh dan mendapati Hye Kyu berjalan dengan teman namja-nya. Ah, Hye Joon saja sudah lupa namanya.
            Setelah itu, Ah Rin berpindah tempat duduk disamping Hye Joon, sementara Hye Kyu dan Jung Kook duduk bersebelahan.
            “Oh ya, eonniedeul! Ini Jeon Jung Kook, temanku!” kata Hye Kyu memperkenalkan Jung Kook pada eonnie-nya.
            “Aku, Kwon Hye Joon, murid tingkat 2-3. Senang mengenalmu, Jung Kook-ssi!” dengan ke-formalannya, Hye Joon menyapa Jung Kook dan menjabat tangannya. Jung Kook hanya tersenyum canggung. Lalu, pandangannya teralih ke Ah Rin.
            “Annyeong, Kim Ah Rin imnida. Aku satu kelas dengan Hye Joon. Bangapseuimnida, Jung Kook-ssi!” sapa Ah Rin seramah mungkin dan menjabat tangannya.
DEG
DEG
DEG
            Dada Ah Rin lagi-lagi berdesir ketika tangan Jung Kook menjabat tangannya. Tangan itu nampak kecil, tapi sebenarnya besar dan hangat. Lingkungan di sekitarnya mendadak berpendar, menyisakan hanya dirinya dan Jung Kook yang nampak masih memasang senyumnya. Bahkan saat tersenyum, namja itu mirip dengan Min Hyun.
            “Mau sampai kapan kalian salaman, eoh?” suara Hye Joon menghilangkan fiksinya.

»BANGTAN BOYS«

            Sementara menunggu anggota OSIS yang akan membacakan tata tertib sekolah sekaligus memperkenalkan diri mengenai organisasi itu dan profil pengurusnya. Hye Kyu tampak sama sekali tidak berminat dengan acara bodoh itu.
            “Annyeong haseyohoobaedeul~” Hye Kyu mengalihkan pandangannya dari buku tulis polosnya. Tatapannya langsung tertumbuk pada seorang namja dengan rambut hitam-kecokelatan dan kacamata yang membingkai mata bulatnya.
            Dan demi Tuhan, Hye Kyu yakin bahwa namja itu adalah si ‘namja berponsel putih’ yang ditemuinya kemarin. Senyumnya, dia masih hafal—sekalipun senyum yang ditampakannya kemarin jauh lebih keren. Jadi, namja itu satu sekolah dengannya? Anggota OSIS? Oh, sepertinya dia harus menarik kembali ucapannya tentang ‘tidak tertarik’ tadi.
            “Annyeong haseyohoobaedeulJeoneun Seok Jin Ah imnida, kalian bisa memanggilku Jin. Aku dari kelas 3-1, selaku ketua OSIS Norang High School akan membacakan tata tertib sekolah hari ini,” selanjutnya, Jin-sunbaenim itu membacakan tata tertib yang sama sekali tidak digubris Hye Kyu. Ia masih terlalu sibuk memandangi wajah tampan Jin yang bersinar dimatanya. Oh, oh. Dia harus memberitahu Jung Kook tentang hal ini.
To : Kkukiie~ ^^
            Jung Kook-a, Jin sunbaenim itu yang memberiku sekaleng soda kemarin! Ya Tuhan! Akhirnya aku tahu nama dan (setidaknya) di kelas berapa dia berada. Ugh! Aku sangat senang! Mari kita makan ttopokki bersama sepulang sekolah!
            Hye Kyu tersenyum lebar, tanpa takut jika bibirnya akan sobek saking lebarnya. Hari ini, dia bahagia. Ia juga akan men-traktir Ah Rin dan Hye Joon—mungkin dia akan meminjam uang oppa-nya dulu. Intinya, hari ini adalah hari yang perlu dirayakan!
            “Di samping kanan papan tulis ini, saya menempelkan profil pengurus OSIS sekaligus formulirnya. Jika berminat, harap segera mengisi formulir ini dan mengumpulkannya ke ruang OSIS, paling lambat minggu depan, terhitung semenjak hari ini. Sekian, terima kasih,” dengan ditempelnya profil OSIS dan formulir beberapa lembar itu, Jin bersama salah satu kawannya—yang diduga kuat adalah wakil ketua OSIS—meninggalkan kelas Hye Kyu.
            Sementara itu, Jung Kook membaca berulang-ulang SMS dari Hye Kyu. Memastikan bahwa tiap-tiap kata disana adalah benar, bukan berdasarkan khayalan Jung Kook. Dadanya sesak lagi, apalagi ‘saingan’nya adalah seorang ketua OSIS dengan predikat namja ‘baik-baik’ dan ‘populer’. Siapa yang tahan akan pesona Jin?
To : Jungroo, Ryu
Oh, jinjja? Benar-benar suatu kebetulan. Tapi, maaf, aku ada latihan sepulang sekolah. Bagaimana kalau besok saja, ya?
            Bohong. Ia tahu bahwa berbohong itu dosa, tapi setidaknya ia harus melakukannya, untuk kali ini. Bohong jika ia ada latihan nanti sepulang sekolah. Latihan itu sudah kemarin—latihan musik, maksudnya. Ia mungkin... ingin menenangkan diri dari apa yang baru terjadi.

∞ WE WERE IN LOVE ∞

            Ketika bel pulang sekolah berbunyi, Hye Kyu segera merapikan barang-barangnya dan beranjak dari kursi yang didudukinya. Ia menatap bangku Jung Kook yang sudah kosong semenjak tadi, lalu menghela nafas. Pasti tidak akan seru jika tidak ada namja itu, pikir Hye Kyu.
            Ketika sampai di samping kanan papan tulis kelasnya, ia menatap profil pengurus OSIS—terutama bagian teratasnya—dengan pandangan berbinar bahagia. Ketika ia yakin bahwa keadaan kelas aman—dan tersisa beberapa potong tas tanpa pemilik—ia menyentuh profil itu cepat dan memasukkan sesuatu kedalam jas birunya.
            Beberapa murid yang keluar terakhir dari kelas—pemilik beberapa potong tas tadi—melongo mendapati foto sekaligus profil si ketua OSIS sekolah, Jin sunbaenim, sudah raib. Tinggal bekas sobekannya yang tertiup angin. (Kau tahu siapa pelakunya, kan?)

»BANGTAN BOYS«

            “Maaf Jungroo-ya. Aku ada pertemuan klub jurnalistik setelah ini,” kata Ah Rin merasa bersalah karena tidak dapat mengikuti acara, ‘makan-ttopokki-gratis’ yang diadakan Hye Kyu secara mendadak.
            “Ugh! Eonnie  yakin tidak bisa? Hmm~ baiklah! Aku undur besok saja! Lagipula Jung Kook juga tidak bisa datang,” Hye Kyu mengerucutkan bibirnya kesal, sementara Ah Rin hanya mampu meringis.
            “Sudah dulu ya, Jungroo-ya, Hye Joon-a. Aku duluan, annyeong~” Ah Rin buru-buru pamit dan berlari meninggalkan koridor yang mulai sepi. Tersisa Hye Kyu dan Hye Joon yang diam.
            “Kajja, kita pulang!” ujar Hye Joon akhirnya.

»BANGTAN BOYS«

            Rasa sakit di punggung Ah Rin semakin menjadi-jadi. Harusnya dia sudah ada dirumah untuk sekedar tiduran di kamar atau makan siang—atau tepatnya malam. Dan sekarang, dia harus terjebak dalam ruang jurnalistik untuk mengerjakan proyek-proyek dua konteks dari bulletin yang rencananya terbit bulan depan.
            Setelah semua tulisannya selesai, ia memeriksanya ulang. Setelah yakin dengan tulisannya itu—berharap jika keesokan harinya dia tidak disuruh mengulang—ia membawanya ke mesin print dan mencetaknya menjadi beberapa lembar kertas.
            “Akhirnya, selesai juga. Segera pulang~” katanya girang sambil memasukkan semua hasil kerjanya itu kedalam map putihnya dan segera keluar ruang jurnalistik.
            Dalam perjalanannya di koridor, ia sudah berangan-angan tentang bagaimana nyamannya kasur queen size di kamarnya dan rasa nikmat dari sup kimchi buatan eomma-nya. Ugh, memikirkannya saja sudah membuat perutnya berbunyi minta diisi.
            Ketika melewati ruang seni, ia terdiam disana. Indera pendengarannya menangkap lagu yang sedang dimainkan dengan gitar. Begitu lembut, akrab, dan mengajaknya untuk terus mendengarkan.
[Backsong : Bruno Mars – When I Was Your Man]
            Ah, ia ingat! Ini adalah lagu favorit Min Hyun dulu. Ia sering menyanyikan lagu ini saat di klub seni atau event-event besar di sekolah—yang selalu diikutinya. Ah Rin ragu jika yang memainkan lagu itu adalah Min Hyun, karena dia sudah tidak ada disini. Lantas, siapa?
            Ia melangkahkan kakinya, selangkah demi selangkah, dengan pelan. Mendekati pintu ruang musik yang terbuka seperempatnya. Ia bersembunyi dibalik dinding dan menjulurkan kepalanya sedikit, guna mengintip kedalam ruang musik, tepatnya kepada siapa yang memainkan lagu itu.
            Andai saja ia terlalu bodoh, mungkin ia sudah berteriak sekeras mungkin saking kagetnya. Sosok yang duduk diatas kursi dengan gitar hitam itu, ia tahu siapa. Jeon Jung Kook, teman baru Hye Kyu. Ia sangat tahu itu. Tapi kenapa? Kenapa namja itu membuatnya terlempar kembali ke masa lalu dan mengingatkannya tentang Min Hyun?
            Ia tidak tahu.

::TBC::

=KOTAK NYOCOT=
Hoh! Eotte? Apakah sudah memuaskan?
Saya yakin jawabannya adalah, belum. Untuk itu, harap mengisi kolom ‘kritk dan saran’ supaya kedepannya FF ini bisa diperbaiki~ :)
Seperti yang saya katakan di ‘kotak nyocot’ diatas, mungkin chapter depan akan menceritakan tentang Ah Rin-Jung Kook-Min Hyun dan bla bla bla-nya~ :D
Mind to review?

Salam heaven :)) –Mblobyblo

Tuesday, September 17, 2013

Happy Birthday My Guardian || SuLay || OneShot

Title : Happy Birthday My Guardian
Cast : Kim Joon Myeon a.k.a Suho
          Zhang Yi Xing a.k.a Lay
Support Cast : Readers langsung aja baca :)
Genre : Romance, YAOI
Rate : T
Author : Guardian Casper ^^
Summary : “Saengil Chukkae Hamnida Hyung. Saranghae~― Lay.
.
.
.
.
.
.
“Hyung, sore nanti aku menunggumu di taman biasa, ne? aku ingin menunjukkan  sesuatu padamu.”  Ucap Lay dari seberang sana.
Suho menghela nafas panjang masih dengan tatapan datarnya, seolah – olah namja tampan itu begitu dengan ogahnya menjawab telepon dari namjachingunya sendiri.
“Hm.” Jawab Suho yang hanya menggumam saja. Lay tersenyum dari jauh sana.
“Bagus. Aku tunggu. Baiklah aku tutup dulu. Sampai nanti hyung, saranghae.”  Ucap Lay sambil memutuskan sambungannya.
“Aku yakin pasti hal yang tidak penting. Dasar orang aneh~” Cibir Suho sambil melempar ponselnya ke kasurnya.
Suho, namja tampan yang memang adalah namjachingu dari Lay itu selalu memperlihatkan tatapan datar dan dinginnya saat Lay namjachingunya meneleponnya  atau bahkan menemuinya. Namjachingu yang sangat jahat memang, namun Lay tak pernah mengambil inisiatif untuk mengakhiri hubungannya dengan Suho. Dia memang mencintai namja dingin itu,ah tidak, bukan, tapi ia sangat mencintai Suho, sangat.
Lay side
Seorang namja manis tengah sibuk mengikat sebuah pita berwarna putih di box yang bermotif malaikat. Sambil sesekali tersenyum, ia terus melakukan perkerjaannya.
“Lay, kau hebat. Pasti Suho hyung akan tambah mencintaimu sebentar lagi.” Ucap namja manis itu yang diketahui namanya adalah Lay, pada dirinya sendiri.
“Ah, akhirnya selesai juga. Omona~ kyeopta~ Aku sangat berbakat dalam kado mengado rupanya.” Puji Lay untuk dirinya sendiri.
KLEK
Pintu kamar Lay terbuka. Menampakkan seorang namja yang sama manisnya dengan Lay berjalan memasuki pintu kamarnya.
“Lay-ah, kau sedang apa hm?” Tanya namja manis itu sambil berdiri di samping Lay.
“Ah, Luhan hyung. Aku ada janji dengan Suho hyung. Ini aku akan memberikan sesuatu padanya di dalam sini.” Jawab Lay sambil mengangkat box tadi.
Luhan mengerutkan dahinya. “Janji? Dengan namja brengsek itu?” Tanya Luhan dengan nada sedikit mencibir.
“Hyung, jaga bicaramu itu. Suho hyung tidak brengsek. Dia sangat mencintaiku begitupun aku. Hyung harus mendukungku.” Kata Lay sambil menatap sendu Luhan yang terus menatap wajahnya tajam.
“Apa – apaan kau ini, eoh?! Kenapa namja brengsek itu terus saja kau lindungi?! Namja itu sudah membuatmu menangis ratusan kali Lay. Ingatlah itu.” Sergah Luhan sambil pergi dari kamar Lay.
Lay menatap kepergian Luhan dengan pandangan mengabur.
“Sebegitunyakah Luhan hyung padamu Suho hyung….” Lirih Lay hingga setitik airmata jatuh dari pelupuk matanya.

5 p.m. KST
Lay mengotak atik ponselnya. Bermaksud menelpon Suho agar ia segera berangkat. Lay memencet tombol 1, lalu mendekatkan ponselnya ke telinganya.
“Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi. Silakan coba beberapa saat lagi.”
“Kenapa tidak bisa dihubungi? Atau aku kirim pesan saja.” Ucap Lay pada dirinya sendiri dan jari lentiknya itu dengan sigap langsung mengetik pesan yang dikirim kepada Suho.
Sekarang Lay sudah berada di taman. Menunggu Suho datang dengan wajah yang berseri – seri. Senyuman tak pernah sirna dari wajah manisnya untuk saat ini. Bayangan wajah Suho selalu ada di benaknya hingga sekarang, menghayalkan bahwa Suho datang dengan senyuman angelicnya dan pelukan hangatnya untuk Lay.
“Suho hyung pasti sangat senang nanti.” Ucap Lay sambil memandangi box yang ia letakkan di pangkuannya.
“Kenapa lama? Ah, sudahlah nanti Suho hyung pasti akan datang. Mungkin sabar sedikit akan membuatku lebih baik.” Ucapnya lagi sambil tetap memandangi box dengan senyuman yang tak kunjung sirna.
1 jam..
1,5 jam..
2 jam…
Lay melihat jam di pergelangan tangan kanannya. “Ini sudah gelap. Dan Suho hyung belum datang juga.” Ucap Lay sambil memasang wajah khawatir.
Lay merogoh saku jaketnya. Mencari ponselnya yang ia masukkan di sana. Setelah menemukan, Lay kembali mengetik pesan kepada Suho.
“Hyung, aku masih tetap menunggumu. Cepatlah datang. Ini sudah gelap. Aku takut.”
Sent.
Pesan itu terkirim. Namun tak kunjung ada balasan dari sang penerima pesan. Seakan – akan pesan Lay adalah angin yang lewat dan tak akan pernah kembali lagi. Hm~ Lay masih sabar, ia akan tetap menunggu Suho sampai kapanpun. Ya, sampai kapanpun.
Suho side
Suho baru saja keluar dari kamar mandi. Dengan celana piama dan juga kaos berwarna hitam yang dikenakannya, ia berjalan menuju tempat tidurnya lalu duduk di pinggiran kasurnya. Pandangannya berhenti pada sebuah benda berbentuk persegi panjang diatas meja nakasnya, -ponselnya-. Suho meraih ponselnya, lalu menekan tombol power pada ponselnya karena memang ponselnya sengaja ia matikan agar tak mendengar suara dering yang memekikkan telinga yang tentu saja berasal dari namjachingunya.
BLEDER  -suara petir-
You have 25 missed calls and 20 new messages from Lay.
Suho mengerutkan keningnya. Gigih sekali, batinnya dalam hati.
“Hyung, aku sudah di taman. Aku menunggumu.”
“Hyung, apa kau sudah berangkat? Tenang saja, aku masih menunggumu disini.”
“Hyung, aku menunggumu cepatlah.”
“Hyung, kau tidak lupa janji kita bukan?”
“Hyung, aku akan menunjukkan sesuatu padamu. Cepat datang, ne?”
“Hyung, aku masih tetap menunggumu. Cepatlah datang. Ini sudah gelap. Aku takut.”
“Gigih sekali kau.” Ucap Suho dingin.
BLEDER
Suho menoleh kearah jendela. Petir terus menyambar dan hujan turun dengan sangat deras di luar sana. Suho bangkit berdiri dan berjalan kea rah jendelanya. Menatap suasana di luar sana. Gelap. Pikirannya berkecamuk. Apa Lay masih disana? Apa Lay masih disana menunggunya? Ataukah Lay sudah di rumah?. Cukup! Ia harus menghilangkan sikap egoisnya sekarang juga, ia harus menyusul Lay. Suho mengambil jaket tebalnya dan juga payung di balik pintu. Dan ia segera beranjak keluar apartemennya dengan sedikit berlari.

“Hhh… S-Suho… H-Hyung.. Aku a-akan tetap.. menunggu.. nyaa..” Ucap Lay sambil terus memeluk tubuhnya yang kedinginan. Bagaimana tidak?! Lay terus saja menunggu Suho ditengah hujan deras dan berangin ini tanpa sedikitpun memliki inisiatif untuk meninggalkan taman itu. Sambil terus memeluk tubuhnya sendiri, Lay terus berharap bahwa Suho akan datang, sampai kapanpun ia tak akan meninggalkan taman ini. Itu akan berarti sama saja karena Lay juga berarti membatalkan janjinya sendiri.
Lay menundukkan kepalanya sambil mempererat dekapan pada pelukan tubuhnya sendiri. Hujan begitu deras dan petir terus saja menggelegar tak henti. Titik – titik air hujan begitu terasa dingin ketika membasahi kepala Lay.
“Hhhh… D-Di.. ngin..” Racau Lay semakin mempererat pelukannya. Tiba – tiba sepasang kaki berada di depannya. Membuatnya terkejut dan mendongakkan kepalanya pelan.
Matanya terbelalak ketika Suho ada didepannya dengan payung di tangannya.
“S-Suho hyung… Ah, S-Suho hyung s-sudah da-tang… duduk-lah hyung… A-aku punya s-sesuatu un-tukmu..” Ucap Lay terbata – bata, ia kedinginan.
“Yixing….”
Lay mengambil boxnya lalu menyodorkan benda itu pada Suho.
“Ah, m-mianhae hyung… Basah, ne? Bagaimana kalau besok kuganti? A-atau mau kutukar sekarang, hm? Eotte?” Tanya Lay sambil tersenyum, atau lebih tepatnya dipaksakan.
“Yixing….”
Lay tak menghiraukan panggilan Suho. Ia terus menyela pembicaraan Suho.
“Hyung.. A-aku kira kau lupa.. Kau tahu, aku menunggu sangat lama dan akhirnya kau datang… Ayo terima hyung… Cepat buka, ne?” Kata Lay sambil menyodor – nyodorkan box di tangannya.
“Yixing hentikan!” Seru Suho membuat Lay terhenyak.
“Hyung… Jebal.. Buka boxnya… Aku ingin kau tersenyum melihatnya..” Rengek Lay lagi.
“Yixing hentikan! Apa kau tahu keadaanmu? Apa kau tak tahu dirimu sekarang ini, hah?!” Seru Suho sambil menatap tajam Lay.
“Suho hyung…” Setitik airmata Lay turun seketika namun tak terlihat karena hujan yang deras menerpa pipi mulusnya.
“Yixing…. Apa kau gila?! Kenapa kau menunggu pecundang sepertiku?! Kenapa kau menunggu namja brengsek sepertiku?!” Seru Suho lagi.
“Suho hyung…. Kumohon buka kotaknya…. Aku ingin kau membukanya… Dan kau akan tahu kenapa aku tetap menunggumu.” Jawab Lay lirih.`
Suho menyerah. Ia melempar payungnya dan menerima box dari Lay. Matanya membelalak saat ia mengetahui isi kotak itu.
“Yixing…. Ige mwoya?” Tanya Suho bingung.
“Itu snowdome yang kau inginkan hyung…. Karena kau begitu menginginkannya, jadi aku memberikannya padamu… Ah, iya satu lagi. Aku hampir lupa mengatakannya, Saengil Chukkae Hamnida My Guardian~” Ucap Lay sambil sedikit terhuyung ke belakang.
Suho tersenyum tipis. “Yixing….. kenapa aku lupa hari ulang tahunku.. Gomawo~” Kata Suho sambil menarik Lay ke pelukannya.
“Yixing, jeongmal mianhae.. Jeongmal mianhae…” Ucap Suho lirih sambil mempererat pelukannya.
“Suho hyung… hiks~”
“Yixing, jeongmal mianhae. Aku memang namjachingu yang brengsek. Aku sama sekali tak memperdulikanmu Yixing. Jeongmal mianhae~”
“Suho hyung… Aku sudah memaafkanmu. Kumohon jangan terus saja meminta maaf…” Lay melepas pelukannya. Menatap Suho yang sudah basah kuyup seperti dirinya.
Suho menatap Lay. Matanya yang sayu dan bibirnya yang sangat pucat membuat hatinya semakin teriris.
“Yixing, jeongmal saranghae~” Ucap Suho lirih.
Lay tersenyum lembut. “Ne. Nado saranghae~ Saengil Chukkae Suho hyung…” Jawab Lay lirih.
Suho kembali memeluk Lay. “Gomawo Yixing, gomawo. Jeongmal saranghae….”
Lay hanya tersenyum sambil terus memeluk Suho erat.
“Yixing..” Panggil Suho.
“Ne?”
“Aku ingin kita ulang dari awal.” Ucap Suho sambil melepas pelukannya.
“Maksudmu hyung?”
“Aku ingin kita ulang dari awal semuanya.” Jawab Suho lembut.
“Ne. Aku juga.” Jawab Lay sambil tersenyum penuh arti.
Perlahan Suho mulai mendekatkan wajahnya, hingga memperkecil jarak antara mereka berdua dan…
CHU~
Suho menautkan bibirnya di bibir pink Lay. Mengecupnya lembut seakan tak ingin melukai Lay-nya lagi. Dan malam itu, di bawah hujan yang deras, cinta mereka kembali dalam wujud yang aslinya, indah dan sempurna.

-THE END-

Illa-Illa || One Shot || YAOI || Remake Fic

Tittle :
Illa Illa (일라 일라)
Author :
Mblobyblo (@GenieJin_)
Cast :
Kim Joonmyeon (Suho)
Zhang Yixing (Lay)
Genre :
Romance, Hurt/Comfort
Rating :
PG-13
Summary :
The sweet blowing wind bursts my two cheeks warmly,that person’s face I used to love comes up
=KOTAK NYOCOT=
Akhirnya, saya bisa nulis SULAY lagi!!! ^o^
Woyyy~ Narwhal!! Jangan lupa RCL!! *siapin duit dari Ma$ $uho* XD
Ini adalah FF hasil remake MV Juniel dengan judul sama seperti FF saya .. :)
Oke,
Check this Out!! ^^
~
~
~
::SULAY || ILLA ILLA::
©Mblobyblo

[NORMAL POV]
The sweet blowing wind bursts my two cheeks warmly,that person’s face I used to love comes up
Oh~ just like a stranger who is out of sight, wild flower on the corner, the hidden memory when I’m by your side comes up
.
.
.
            Seorang namja berkulit putih berjalan dengan senyum angel terpampang diwajahnya. Dipundaknya, tersandang sebuah tas tabung panjang bertali berwarna hitam. Namanya, Kim Joonmyeon, tapi lebih sering dipanggil Suho. Mahasiswa tingkat akhir departemen seni rupa, Universitas Seoul.
            Langkahnya berhenti didepan sebuah toko bunga sederhana yang bernuansa putih. Ia bersembunyi dibalik salah satu sisi kusen pintu. Matanya mengintip kedalam, memperhatikan seorang namja ber-sweater putih bersih dan jeans hitam yang memudar. Lagi-lagi, Suho tersenyum melihat namja itu.
            Oh, sedang jatuh cinta rupanya. Ia mungkin bisa disebut stalker. Bodoh memang, untuk ukuran namja dewasa berumur 23 tahun, berusaha memperhatikan orang yang disukainya dari jauh. Tapi, dia harus melakukannya. Suho masih belum ada nyali untuk mendekati namja itu.
            “Ah!” pekiknya tertahan. Ia baru ingat akan sesuatu. Segera ia membuka tabung yang dibawanya dan mengeluarkan gulungan sedang berwarna putih dari dalamnya. Ia mengecek gambar yang dibuatnya semalam. Setelah yakin, ia meletakkan gulungan itu didepan pintu toko bunga dan segera meninggalkannya.
[LAY POV]
            Hai. Aku Zhang Yixing. Kalian pasti mengira aku orang China, ne? Tepat sekali! Aku memang asli China dan menetap di Korea 3 tahun belakangan. Dan untuk mengusir rasa bosan, aku membuka kedai bunga ini. Walau tempatnya ‘sedikit’ terpencil dan jarang ada pengunjung, aku sudah cukup senang. Setidaknya aku banyak tahu tentang macam-macam bunga.
JLEGER!
            Aku terkejut mendengar suara petir yang cukup kencang. Awan juga mendadak berwarna kelabu dan mendung. Ah, sebentar lagi pasti hujan. Aku harus segera memasukkan bunga-bunga yang kupajang diluar kedalam.
            Kulangkahkan kakiku menuju keluar toko. Benar saja, rintik-rintik air mulai turun, dan mungkin dalam beberapa menit akan semakin deras.
KREK
            ‘Eh?’ aku terkejut mendapati sebuah gulungan yang tak sengaja kuinjak. Apa ini? Adakah salah seorang pelangganku yang tak sengaja menjatuhkan miliknya? Ah! Nanti saja! Bunga-bungaku lebih penting daripada gulungan itu. Buru-buru aku membawa keranjang-keranjang anyam yang berisi bunga-bunga itu masuk.
GRESS
            Deras. Aku tiba-tiba merasa ada yang kulupakan. Apa ya? Aish! Salahkan betapa pikunnya aku pada hal-hal kecil! Tunggu, aku mulai ingat sesuatu.
            ‘Amatda!’ gulungan yang tadi kuinjak. Aku segera berlari-lari kecil keluar dan mendapati gulungan itu sudah seperempat basah. Yah, Zhang Yixing! Betapa~
            Bagaimana ini? Bagaimana kalau isinya penting? Proposal atau diagram perusahaan? Kalau aku disuruh mengganti bagaimana? Argh! Baboya!
            Kuputuskan untuk mengeringkannya dengan hair-dryer milikku. Sekitar sepuluh menit, dan gulungan itu mengering. Aku menghela nafas lega. Tak menyesal juga aku mengeringkannya.
            ‘Apa ya isinya? Kok aku jadi penasaran?’ setelah batinku berkata demikian, aku segera membuka gulungan itu. Dan alangkah terkejutnya aku mendapati bahwa itu sebuah gambar sketsa seseorang. Itu kan....
Aku!
_Illa Illa_

My baby illa illa illa, baby illa illa illa, baby illa illa illa
Never forget love
.
.
.
            Aku menatap lama sketsa itu. Siapa yang membuat sketsa ini? Kenapa dia tidak masuk dan memberikannya langsung? Apa dia sengaja meninggalkannya diluar, agar identitasnya tidak diketahui? Tapi, siapa dia? Kuamati lagi lukisan itu. O-oh, ada sesuatu di pojok lukisan itu. Tanda tangan? Bukan-bukan. Sebuah, nama samaran?
Guardian :)
            Kepalaku langsung penat memikirkannya. Harusnya aku lebih peka terhadap sekitarku! Begini deh jadinya. Jangan-jangan, dia seorang dari pelangganku? Penggemar rahasia? Atau, stalker? Atau mungkin gabungan keduanya? Bagaimana orangnya? Latar belakangnya? Ish!
            Kugulung lagi sketsa itu. Mungkin bisa kupikirkan lagi lain kali. Sekarang adalah waktuku mengisi jurnal harianku. Kuambil pensil dan kumulai menulis.
Hari paling aneh yang pernah kualami. Seseorang datang secara sembunyi-sembunyi dan menaruh sketsa wajahku didepan pintu toko. Siapakah dia? Seorang penggemar rahasia-ku, kah? Apa aku mengenalnya? Kurasa jawabannya, tidak.
Ini musim semi tahun ketiga-ku di Korea. Dan selama tiga tahun, baru kali ini aku mendapat kiriman seperti ini. Terlampau aneh. :/
Ah, sudahlah. Mungkin orang iseng yang ingin mengerjaiku.
-Yixing

_Illa Illa_

First love is beautiful, first love is flower. If spring comes, your dazzling eyes are  like  flowers
First love is like a kid, first love is clumsy. You shower me with love, I can’t take(receive) it
Illa illa illa, illa illa illa, illa illa illa, My love good-bye
.
.
.
            Suho menatap langit-langit kamarnya sambil tersenyum sendiri. Hari ini Yixing sangat cantik –walau biasanya juga cantik. Entah hanya perasaannya saja, atau memang sweater putih yang dikenakan Yixing tadi membuatnya nampak bersinar? Entahlah, dia tidak yakin. Mungkin hanya pemikiran anehnya.
            Ia tiba-tiba menertawakan tingkahnya sendiri. Tersenyum-senyum tak jelas dan sendirian. Lebih sering menggambar sketsa, men-stalker namja yang bahkan tidak mengenalnya. Inikah yang disebut cinta pertama?
            Bodoh memang. Suho baru merasakan cinta pertama pada umur dua puluh tiga tahun. Bahkan adiknya –Kim Jongin- sudah berpacaran sejak SMP. Dia kelainan, ya? Sepertinya juga tidak.
            “Aku yang salah! Dulu aku sibuk belajar, sampai tidak memikirkan cinta!” gumamnya menyalahkan diri sendiri.
            Suho merasa, cinta pertama itu benar-benar indah. Seperti yang dikatakan di drama-drama televise yang sering ditonton maid-nya. Cinta pertama itu seperti bunga di musim semi, indah dan mempesona. Cinta pertama itu spesial, indah, berkesan, dan sejenisnya.
            Yixing, begitu nama namja yang disukai Suho. Darimana dia tahu? Salah satu pelanggan Yixing yang tak sengaja ditemuinya berkata demikian. Yah, dengan sedikit memohon-mohon, tentunya.
            Cinta pertamanya pada Yixing seperti anak-anak. Begitu polos, lugu, dan murni. Juga agak kikuk. Bahkan untuk menatap muka Yixing saja, Suho yakin wajahnya akan langsung memerah seperti orang kedinginan atau demam. -_-
            Intinya, Yixing telah merenggut semua perhatiannya. Sepotong hatinya sudah terkait dengan hati Yixing. Dan mungkin akan selalu begitu.

«.Mblobyblo.«

The stars in the dark night sky, that time I recall the memories, in my old diary, you come out.
My baby illa illa illa, baby illa illa illa, baby illa illa illa
Never forget love
.
.
.
            Hari ini, Suho belum sempat ‘mengunjungi’ Yixing. Salahkan dosennya yang menyebalkan, memberinya mata kuliah tambahan tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Terpaksa ia tertahan di kampus sampai sore. Padahal toko bunga Yixing hanya buka sampai pukul 3 siang.
            Malam ini, bintang bersinar terang dilangit. Saling berlomba menunjukkan sinar terbaiknya pada manusia. Ditemani bulan purnama sebagai rajanya.
            Suho duduk dibalkon dengan sebuah kanvas sedang terpampang didepannya dan sebatang pensil ditangan kanannya. Ia menarik garis di kanvas itu dan mengulang-ulangnya beberapa kali, membentuk sebuah sketsa wajah. Wajah cantik Yixing. Wajah yang selalu tersenyum dan menampakkan single-dimple yang manis.
            Begitu selesai dengan sketsanya, Suho menatap sketsa itu sebentar. Ia memiringkan kepalanya, ke kiri dan ke kanan, memperhatikan apakah sudah simetris atau belum gambarnya. Setelah itu, dia tersenyum bangga. Satu lagi sketsa wajah Yixing yang berhasil diselesaikannya. Semoga besok ia bisa segera mengantarnya ke toko bunga Yixing.
            Digulungnya sketsa itu dengan hati-hati dan memasukkannya kedalam tabung tempat ia biasa menaruh lukisan untuk dibawa keluar rumah. Dalam benaknya, sudah tersusun sebuah adegan dimana ia akan meletakkan lukisan itu didepan pintu dan masuk kedalam toko bunga untuk berpura-pura sebagai pelanggan baru.
            “Wait me, Yixing-a~” gumamnya senang.

_Illa Illa_

First love is beautiful, first love is flower. If spring comes, your dazzling eyes are like a flower
First love is like a kid, first love is clumsy. You shower me with love. I can’t take it.
.
.
.
            Suho memantapkan langkahnya menuju toko bunga Yixing. Dengan senyum terpancar di wajahnya. Ia mengendap, lalu bersembunyi lagi dibalik salah satu kusen pintu. Ia melihat kedalam, dimana Yixing sedang asyik mencium aroma bunga krisan putih dan tersenyum.
            Ia mengeluarkan gulungan lukisan dari dalam tas tabungnya. Diletakannya gulungan itu didepan pintu toko bunga Yixing. Setelahnya, ia merapikan penampilannya. Ditariknya nafas panjang untuk menahan degup jantungnya yang mengencang.
KRING
            Annyeong haseyo~” sapa Suho sambil sedikit membungkuk dan tersenyum. Yixing nampak sedikit terkejut dan tersenyum, dengan smile-dimple-nya untuk menyapa balik Suho.
            “Tolong beberapa tangkai bunga lavender..” Yixing mengangguk, mengambil beberapa tangkai bunga lavender dan merangkainya dengan plastik bening dan seutas tali berwarna ungu. Dalam waktu tiga menit, bucket bunga kecil buatan Yixing sudah berpindah tangan ke Suho.
            Suho mengeluarkan dompet dan mengeluarkan beberapa lembar won. Yixing baru hendak mengambil kembalian sebelum Suho berkata,
            “Ambil saja kembaliannya! Gomawo!” Yixing menatap mata Suho dan mengangguk canggung. Suho tersenyum angelic sekali lagi, sebelum akhirnya keluar toko. Ia melangkah keluar dengan perasaan senang. Akhirnya! Dia berhasil menyapa Yixing, walau namja itu hanya tersenyum. Mungkin dia tidak terlalu suka bicara pada orang baru, pikirnya.
            Dan ia sempat menatap mata Yixing. Kedua obsidian itu nampak bening dan berkilau, seperti kaca. Ah, Suho saja langsung terpesona!

«.Mblobyblo.«


[LAY’S SIDE]
            Yixing menatap sketsa yang ada dihadapannya. Senyumnya daritadi tak luntur-luntur juga. Apa ini? Apakah dia jatuh cinta pada secret admirer itu? Bahkan ia belum pernah melihatnya? Tapi, yang membuat Yixing yakin bahwa orang itu spesial adalah dari kata-kata yang dituliskannya dibawah sketsa Yixing.
Tuhan memang baik, mengirimkan sesosok malaikat untuk mengisi kekosongan hatiku
Dan aku dapat mengabadikan wajahnya dalam sketsa buatanku
            Dia bahkan tak bosan membaca tulisan itu berulang-ulang kali. Maknanya terlalu dalam. Yixing bahkan sampai tersipu jika ada yang mengucapkan itu padanya. Semuanya terasa begitu.... indah.
            Ia membuka buku bundel bersampul cokelat miliknya. Jurnal hidupnya. Ia mengambil pensil dan mulai menorehkan kata-kata disana.
Hari ini aku jatuh cinta. Cinta pertamaku. Seseorang yang sama sekali tidak kukenal, tapi berhasil membuatku jatuh hati pada dia. Kata-katanya yang ditunjukkan padaku, langsung membuatku tersipu.
Benarkah dia yang dikirimkan Tuhan untukku?
-Yixing

_Illa Illa_

That time was so difficult, that time I didn’t know oh~ I think I know it now
I’m missing you, so I try to call you illa illa illa illa, illa illa illa
Illa illa illa illa, never forget love
.
.
.
            Sebuah kebahagiaan tidak akan bertahan lama. Begitu juga dengan yang dirasakan Suho. Baru tadi siang, dia merasa amat bahagia karena menyapa Yixing untuk pertama kalinya, setelah sekian lama. Tapi begitu sampai rumah, ia mendapat kabar yang langsung menenggelamkan kebahagiaannya.
            Ia akan mendapat beasiswa S2 ke Inggris karena prestasi baiknya. Bukankah harusnya ia gembira? Tidak. Ia tidak ingin pergi kesana. Sudah berulang kali ia memohon-mohon pada dosennya untuk membatalkan semua itu. Sayangnya, semua itu mustahil. Universitasnya bisa dituntut dengan tuduhan pemalsuan pengajuan proposal.
            Suho terduduk lemas di balkon rumahnya. Ditemani semilir angin malam yang dingin, ia menatap tiket pesawat ditangannya dengan sedih. Bagaimana bisa ia meninggalkan Yixing, bahkan disaat ia baru mulai langkah awalnya? Kenapa Tuhan begitu jahat untuk tidak memberinya sedikit waktu lagi untuk lebih dekat dengan Yixing, setidaknya sebagai teman?
            Ia berpikir sebentar. Sampai akhirnya keputusannya sudah bulat. Ia akan menyatakan perasaannya pada Yixing besok, entah siap atau tidak. Ia harus bisa. Karena mungkin ditahun-tahun kedepan ia tidak akan bisa melakukannya.

«.Mblobyblo.«

            Suho sudah berdiri disana selama beberapa menit tanpa mengucapkan apapun. Yixing memandangnya bingung, ada apa pria didepannya ini?
            “Eumm~ mungkin ini sedikit aneh—” ucap Suho dengan terbata. Ia mengeratkan pegangannya pada kalung tas tabungnya. Berusaha mengumpulkan mental. Ayolah, Suho! Kau bisa! –batinnya
            “Namaku, Kim Joonmyeon, ah, kau bisa memanggilku Suho. Mungkin ini sedikit aneh, tapi—” Suho menghela nafasnya pelan, berusaha mengontrol degup jantungnya tak karuan. Sedikit lagi, Joonmyeon! –kuatnya
            “Aku menyukaimu!” Yixing membelalakkan matanya dan menatap Suho tak mengerti.
            “Mungkin sedikit aneh jika aku mengatakan ini, tapi, aku benar-benar menyukaimu! Ani, aku mencintaimu! Maaf ini sedikit mengganggu, tapi, bisakah kita–berteman?” Yixing masih terkejut dan tidak merespon Suho sama sekali. Ia terdiam, tanpa mengucap sepatah kata-pun, begitu juga Suho. Sebersit rasa kecewa mulai muncul dalam benaknya.
            ‘Sudah kuduga’ –batinnya sedih. Ia memutuskan untuk segera pergi dari sana. Mungkin Yixing menganggapnya gila.
            “Maaf mengganggumu dengan pernyataan yang mungkin menurutmu gila ini. Aku, permisi,” Suho melangkahkan kakinya keluar toko dan berdiri terpaku disana. Tas tabungnya terjatuh begitu saja. Perjuangannya sia-sia, ia bahkan sudah kalah sebelum berperang. Ia segera melangkah cepat meninggalkan tempat itu, dan mungkin tidak akan pernah kembali lagi.

«.Mblobyblo.«

[LAY POV]
            Apa namja itu sudah pergi? Kenapa tiba-tiba ada rasa bersalah dalam benakku? Apa mungkin aku terlalu berlebihan karena tidak menanggapi ucapannya? Aish, jeongmal!
            Aku memutuskan untuk keluar dan mendapati namja itu tidak disana. Kuhela nafasku, dia pasti kecewa karena aku tidak menanggapi perkataannya. Mataku menangakap sebuah tas tabung yang tadi dibawa namja itu. Kenapa ditinggal?
            Kupungut tas itu dan kubuka tutupnya. Gulungan kertas. Aku mengambil dan membukanya. Mataku membelalak mendapati bahwa itu sketsa wajahku dalam lain waktu, namun sama seperti yang dikirimkan secret admirer-ku dulu. Mungkinkah....
            Dadaku seketika sesak dan air mata sudah bergumul untuk segera keluar dari mataku. Bodoh, bodoh! Aku telah menyakitinya!
Tes
Tes
Tes
            Air mata itu jatuh tanpa kuminta. Tatapanku masih terarah ke sketsa itu. Kim Joonmyeon. Suho. Guardian. Ah ya! Aku begitu bodoh untuk tidak menyadarinya. Selamat, Yixing, kau mungkin tidak akan pernah bertemu dengannya lagi!
Dan opsi itu membuatku takut

_Illa Illa_

If first love is disease, first love is a fever. If it suffers like crazy, because it’s a kid
It’s not a first love, first love is foolish. Because I love you too much, I can’t have you.
.
.
.
[NORMAL POV – YIXING’S SIDE]
7 years later....
            Yixing menatap tiga sketsa yang dipaparkannya diatas meja dan sebuah buku jurnal ditumpuk ditengah-tengahnya. Tatapan Yixing sangat sendu, rasa menyesal itu kembali datang. Opsi yang dulu dipikirkannya benar-benar terjadi. Ia tidak lagi melihat Suho datang ke toko bunganya, sama sekali.
            Berhari-hari, berbulan-bulan, Yixing sudah menunggu kemunculan Suho. Namun, nihil. Namja itu sama sekali tidak muncul. Ini sudah tahun ketujuh Yixing menunggu, Suho belum juga muncul kehadapannya. Ia bahkan menolak tawaran beberapa temannya untuk kembali ke Changsa –tempat kelahirannya. Demi Suho.
            Kenangan-kenangan kecil Yixing dan Suho berputar dalam benaknya. Ia tersenyum tipis, ia ingin mengulang semua itu, setidaknya sekali. Ia merindukan Suho, ingin melihat Suho. Bagaimana namja itu sekarang? Apakah dia sudah berkeluarga? Memiliki anak? Hidup bahagia disebuah rumah penuh cinta? Melupakan Yixing yang kini menunggunya?
            “Bagaimana kabarmu sekarang, Suho? Apakah kau baik-baik saja? Apakah kau masih kecewa padaku? Aku sudah menunggumu tujuh tahun, Suho. Kapan kau akan kembali?” air mata Yixing menetes begitu saja. Ia menggigit bibirnya, untuk menahan rasa sesak membuncah dalam dadanya.
            “Aku akan selalu menunggumu, Suho. Sampai kapanpun itu. Tak peduli kau menemuiku bersama istri dan anakmu. Aku hanya ingin melihatmu, sekali saja. Setidaknya, aku ingin melihatmu bahagia..” Yixing memejamkan matanya, berharap kata-katanya benar-benar sampai kedalam benak Suho.
            Perlahan, tangannya terangkat sebatas dada. Matanya sudah terbuka. Ia menggerak-gerakkan tangannya, membentuk sebuah gerakan. Bahasa isyarat. Satu-satunya alat komunikasinya selama ini.
            ‘Nado dangsineul saranghamnida*’ begitu kira-kira arti gerakan itu. Yixing menangis lagi, ia tahu, harusnya ia membalas perasaan Suho waktu itu. Setidaknya, ia bisa berkata berkata pada Suho bahwa dia juga mencintainya. Sekalipun ia harus tahu diri karena dia.... bisu.
Setidaknya perasaannya tersampaikan
Walau terlambat
Illa illa illa, illa illa illa, illa illa illa, My love good-bye
Illa illa illa, illa illa illa, illa illa illa, My love good-bye

::FIN::
Nado dangsineul saranghamnida : Aku juga mencintaimu (maaf kalo salah! ^^)
=KOTAK NYOCOT=
Masaoloh!! Teganya saya bikin SuLay pisah!! Mianhae, umma, appaa!! TT^TT
Apakah ending-nya buruk? Tentu saja, saya masih belum bisa menulis ending yang memuaskan. Mianhae, yeorobeun~ u,u
Terima kasih kepada Juniel-eonnie atas MV-nya, saya sangat terharu dan berhasil dapat ide untuk me-remake-nya dengan versi saya sendiri, dengan pairing SuLay ... :)
Oke,
Mind to review?

Salam heaven :))