Saturday, November 30, 2013

[ONESHOOT - YAOI] DUA KELOPAK KRISAN (HUNHAN)

AUTHOR :
Mblobyblo (@Kiraaa_chan)
CAST :
Oh Sehoon
Xi Luhan
GENRE :
Sad-Romance (maybe?)
RATING :
G
SUMARRY :
Perlahan, kau menghindar dan pergi. Membiarkan cinta yang tak pernah kau ungkapkan itu menguap. Gugur dan hilang tak berbekas. Seperti kelopak-kelopak krisan yang layu dihatiku .......
=KOTAK NYOCOT=
Hmm, maybe it’s my first Fanfic for HunHan~ :)
Terinspirasi dari salah satu puisi karya saya sendiri, yang inspirasinya juga datang dari salah satu fiksi dalam majalah ‘Story’ dengan judul sama; Dua Kelopak Krisan.
Oke,
Check this Out!! ^^
.
.
.
It’s BL Fic
.
.
.
Don’t like? Don’t read!
.
.
.
«HUNHAN || DUA KELOPAK KRISAN || BL«
©Mblobyblo
.
.
.
.
[LUHAN’S POV]
Rintik hujan yang turun serupa denting jam,
Menemani kita dalam menyusuri deretan pohon ek yang berjajar,
Gagah, seolah memberi hormat, layaknya seorang prajurit
Dan kita adalah ratu dan rajanya
.
.
.
          Harusnya aku sudah ada di kamar, mengerjakan essay-ku yang akan dikumpulkan besok, ditemani segelas coffee latte hangat—ditengah hujan seperti ini, apalagi. Salahkan guru sialan (ups! Maaf) yang membuatku harus tertahan sampai larut malam hanya demi dua jam pelajaran tambahan. Ukh! Aku benci pelajaran tambahan! (sepertinya kalian tak mau tahu juga kan?)
          Aku sedang dalam perjalanan pulang sekarang. Yeah~ tidak sendirian juga, sih. Toh, tidak mungkin aku pulang larut malam seperti ini. Sebagai seorang pria cantik—begitu kata Jongdae—aku tidak baik pulang larut malam sendirian. Aku diperlakukan seperti seorang yeoja, selalu.
          Maka dari itu, entah keberuntungan apa yang berpihak padaku, hingga aku ditemani seorang seme untuk pulang. Dia Oh Sehoon, adik kelasku yang memiliki pokerface, tapi tetap tampan. Kami dalam perjalanan menuju rumahku sekarang. Yah, mungkin dalam beberapa ratus meter, kami sudah sampai.
          Jajaran pohon ek disamping kiri dan kanan tampak begitu gagah. Seperti prajurit-prajurit kerajaan yang menghormat pada raja dan ratunya. Bahkan ditengah hujan seperti ini-pun, mereka tetap nampak gagah.
          Memikirkan tentang kami raja dan ratunya, aku kembali teringat kata-kata Jongin—teman Sehun, yang juga temanku di klub dance—bahwa Sehun menyukai-ku. Aku hanya berkata; ‘Berhentilah bercanda, Kim Jongin!’ dan berlalu tanpa benar-benar berpikir itu serius.
          Itu terjadi sebelum Zitao dan Baekhyun, dua teman Sehun yang lain, juga berkata demikian padaku, ketika kami tak sengaja bertemu di suatu siang. Kupikir mereka bercanda, tapi setelah melihat raut mereka yang sungguh-sungguh, aku berpikir bahwa yang mereka katakana adalah benar.
          Hanya saja... semua orang tahu bahwa sekarang aku adalah kekasih Kris, ketua tim basket, murid tingkat tiga. Aku berpikir bahwa Sehun akan menyerah dan (mungkin) mencari orang lain.
          Nyatanya..... aku salah besar.

Ia tak pernah menyerah, sama sekali.
_Mblobyblo_
Kau, memayungiku dengan payung transparan milikmu
Dan kau biarkan dirimu terhujam oleh rintik air sulfat yang jatuh,
Aku laksana bunga snowdrop yang rapuh,
Dan kau adalah salju yang menaungi-ku
.
.
.
          Kami berjalan dalam keheningan yang canggung. Tangan kirinya masih terus setia memayungiku dengan payung transparan miliknya. Aku merasa tersanjung, sungguh. Kris tak pernah melakukan itu padaku, bahkan tadi dia meninggalkanku untuk pergi ke rumah temannya, daripada mengantarku pulang. Ah, tidak penting. Aku sedang sebal dengannya, dan aku tak ingin membicarakan apapun lagi dengannya.
          Aku tak enak hati melihat Sehun yang kehujanan, sementara aku kering-kering saja karena tertutup payungnya. Dia nampak begitu melindungiku, seolah aku ini bunga snowdrop, dan dia adalah rintik-rintik salju yang menaungi diriku.
          Dan memikirkannya membuatku (lagi-lagi) tersanjung.
_Mblobyblo_
Kau, adalah pelabuhan
Yang sangat mudah untuk kuraih
Sementara dia, adalah menara
Begitu tinggi, dan sulit untuk kujangkau
.
.
.
          Fantasi liarku mulai bermain. Dengan membandingkan seorang Oh Sehoon dan Kris Wu, kekasihku sendiri. Mungkin, jika Sehoon adalah pelabuhan, maka Kris adalah menara.
Sehun, jelas-jelas begitu mudah untuk kugapai dan kumiliki. Aku tak perlu terlalu muluk-muluk, dia akan datang dan memberikan dirinya untukku, tanpa perlu diminta.
Kris, jelas-jelas begitu sulit unuk kugapai dan kumiliki. Yah, walaupun sekarang aku adalah kekasihnya, bukankah tidak menutup kemungkinan aku mudah disingkirkan? Selain diriku juga kan, masih banyak pria cantik lain di sekolah. Apalagi untuk pria player seperti Kris, bukankah dia mudah bosan?
Aku tetap tak mengerti diriku sendiri.
_Mblobyblo_
Tapi, pada kenyataan,
Akulah yang terlalu bodoh
Aku terlalu berharap pada sang menara,
Berulang kali aku memanjat, sebanyak itu-lah aku terjatuh
.
.
.
Dan aku, yang dengan bodohnya memilih memanjat menara dengan susah payah daripada harus memilih pelabuhan yang berbaik hati menyerahkan segala miliknya untukku. Ya, aku memang bodoh. Mencintai seseorang yang jelas-jelas tidak benar-benar mencintaiku.
Aku-lah yang terlalu banyak berharap pada Kris, padahal ia juga tidak pernah memberi harapan yang nyata padaku. Aku yang terlalu banyak bermimpi, berandai-andai bahwa hubungan kami akan bertahan sampai kami menikah kelak. Cih, omong kosong.
Karena se-khayal apapun aku berandai-andai, aku tak akan pernah bisa meluluhkan hati seorang player seperti Kris Wu. Berulang kali aku mencoba, sebanyak itu-lah aku gagal. Bodoh, kau boleh mengatakan kata itu beratus-ratus kali padaku.
Itu memang kenyataan. Kenyataan yang menyakitkan.
_Mblobyblo_
Aku tak pernah melihatmu, yang selalu ada disisiku
Seolah kau adalah payung transparan,
Menaungi-ku, menjagaku dari rintik hujan,  
Tapi kau tak pernah benar-benar nampak dimataku
.
.
.
          Rasa bersalah mulai memenuhi ruang hatiku ketika aku menyadari, bahwa selama ini, Sehun-lah yang sedikit-banyak menolongku. Dia yang ada saat aku butuh bantuan, butuh tempat mencurahkan kekesalanku terhadap Kris—oh, namja itu lagi—, dan masih banyak lagi. Tapi aku tak pernah menempatkan dirinya di tempat teratas skala prioritasku. Entah kenapa, aku hanya ingat padanya saat aku benar-benar sendirian dan butuh teman.
          Dia seperti payung transparan yang memayungi diriku sekarang. Ia tak pernah benar-benar ada dalam pikiranku, tak nampak—bukan dalam arti sebenarnya—, tapi aku tahu bahwa dia benar-benar ada. Ia yang melindungi, yang selalu ada saat aku butuh, yang membelaku.
          “Sunbae, apa yang kau pikirkan?” berulang kali aku bilang padanya untuk memanggilku ‘hyung’, tapi ia tidak pernah melakukannya. ‘Kita kan hanya sebatas senior dan junior’ katanya setiap kusuruh memanggilku ‘hyung’.
          “Ah, bukan apa-apa” jawabku berkelit.
          Sehun, harusnya aku minta maaf. Aku terlalu bodoh untuk menganggapmu sebagai angin lalu. Sekarang, aku sendiri yang menyesal, sungguh.
_Mblobyblo_
Ayolah, aku menunggu
Nyatakan perasaanmu, dan buat aku lupa
Lupa akan dia, si menara yang menyakitiku
Dan, buat aku berpaling darinya
.
.
.
          Sehun, ayolah! Katakan perasaanmu padaku! Jangan buat aku menunggu lebih lama lagi! Jangan biarkan aku hanya mendengar kata-kata dari temanmu. Katakan dari dirimu sendiri.
          Buat aku lupa, Sehun. Kalau perlu buat aku amnesia—oh berlebihannya aku. Lupa akan dia, si menara yang dengan tega menyakitiku. Si Kris Wu bodoh yang menyia-nyiakan cintaku. Ayolah, Sehun! Buat aku berpaling darinya!
_Mblobyblo_
Dalam nyata, kau hanya diam, terus memayungi tubuhku
Sesekali bercerita, bagaimana jalan cerita hidupmu
Tanpa sekalipun mengungkit kisah cinta yang terselip didalamnya
Yang pasti ada aku disana
.
.
.
          Setelah diam dalam keheningan canggung yang lama, Sehun membuka pembicaraan kami dengan menceritakan kehidupan sehari-harinya yang menyenangkan. Bagaimana konyolnya Jongin ketika Jeon-seonsaengnim mengajar di kelas, atau keberanian Baekhyun memakai eyeliner super tebal ketika pelajaran berlangsung.
          “Oh ya, ada satu lagi. Saat pelajaran olahraga berlangsung, ketika itu materi sepak bola, kami dibagi menjadi dua tim—” sekalipun pandanganku tertuju padanya, aku tidak benar-benar memperhatikan yang dia bicarakan. Aku terlalu sibuk memandangi wajahnya (yang dengan bodohnya baru kusadari) yang tampan.
          “—Sebelum Han-seonsaengnim meniup peluit, Zitao menendang bola itu sampai nyaris terkena kepala Han-seonsaengnim. Aku tertawa terpingkal-pingkal saat itu,” dan Sehun terus bercerita, sesekali mereka berdua tertawa akan kejadian-kejadian bodoh yang terjadi.
          “Bagaimana dengan kisah cintamu? Kenapa tidak cerita?” kalau pertanyaan ini, aku sengaja mempersiapkannya. Maksudku, untuk menyindir. Daritadi cerita tentang teman-temannya terus. Aku bosan.
          Sehun hanya diam, pandangannya menerawang ke langit malam yang keruh dan dipenuhi awan culumbus yang menjatuhkan bulir-bulir air sulfat ke bumi.  Ia nampak enggan menjawab pertanyaanku;
          “Entahlah,” jawabnya. Aku hanya menggumamkan kata; ‘oohh’ lalu kembali diam dan berpikir.
          Apakah dia tidak mau bercerita, karena ada aku didalamnya? Karena cerita cinta yang dianggapnya bertepuk sebelah tangan itu? Benarkah bertepuk sebelah tangan? Kenapa aku merasa sekarang—

Hatiku mulai bercabang dua?
_Mblobyblo_
“Apa ada yang lebih menyakitkan dari hidup Sisyphus?”
Kau menggeleng, tanda tidak—atau mungkin tidak tahu?—
Sisyphus, yang memiliki penderitaan paling banyak dalam hidupnya
.
.
.
          “Apakah ada yang lebih menyakitkan dari hidup Sisyphus?” tanyaku untuk memecah keheningan yang tercipta diantara kami. Sehun menoleh sebentar, lalu menggeleng. Entah karena tidak, atau tidak tahu.
          Aku tersenyum, tidak banyak memang yang tahu kisah Sisyphus. Tapi aku pernah mendengarnya dari ibu-ku. Dan aku se-sering mungkin membagikannya; pada semua orang yang kutanyai seperti Sehun tadi.
          “Sisyphus—orang yang memiliki penderitaan paling banyak dalam hidupnya,” kataku. Dia menoleh, seolah tertarik dengan pembicaraan ini.
_Mblobyblo_
Atas nama dosa dan pengorbanan,
Ia akan mendorong batu besar kepuncak gunung
Jika batu itu menggelinding, ia akan mendorongnya lagi, terus sampai akhir hayatnya
Haruskah perjuanganku seperti itu?
.
.
.
          “Siapa itu Sisyphus? Dan kenapa dia orang yang memiliki penderitaan paling banyak dalam hidupnya?” tanya Sehun setelah aku lama terdiam, tak melanjutkan ceritaku. Aku terkesiap, lalu tersenyum.
          “Konon, atas nama dosa dan pengorbanan, dia mendorong batu besar ke puncak gunung. Jika batu itu menggelinding, ia akan mendorongnya lagi, terus sampai akhir hayatnya.” Sehun hanya diam. Tapi aku tahu, dia mendengarkan dengan baik.
          “Sehun-a,” panggilku.
          “Ya, sunbaenim?” sahutnya dengan setengah suara.
          “Apakah perjuanganku harus sepertinya? Seperti Sisyphus?”

          Kau terdiam.
_Mblobyblo_
Kau hanya terdiam, tanpa berniat membalas ucapanku
Aku tahu, aku yang terlalu banyak berharap—atau menuntut?—
Ketika penerangan diujung jalan, yang kusebut rumah, mulai nampak
Aku tahu waktu-ku semakin sempit
.
.
.
          Aku menunggu jawaban Sehun selama hampir tiga menit lebih dalam diam, tapi ia tidak kunjung menyuarakan pendapatnya. Hahaha~ mungkin aku yang terlalu banyak berharap, kan? (Atau menuntut?)
          Kutatap kakiku sendiri yang terbalut sepatu snickers putih dengan garis biru di beberapa sisinya, yang kini menapak genangan-genangan air hujan. Ketika pandanganku tertuju kearah depan, dapat kulihat cahaya di ujung jalan; yang biasa kusebut rumah.
          Bagaimana lagi aku harus membuat Sehun menyatakan perasaannya padaku? Agar aku bisa melupakan Kris dan belajar mencintainya? Waktuku semakin sempit, tapi ia tak kunjung bersuara.
_Mblobyblo_
Tapak demi tapak kita lalui,
Dalam kesunyian yang tak berarti
Hingga waktu itu habis,
Didepan rumahku sendiri
.
.
.
          Kuhitung detik demi detik yang tersisa bagiku dan Sehun. Kami terdiam dalam kesunyian yang sama sekali tak berarti—bagiku. Menunggu, aku menunggu Sehun mengungkapkan perasaannya. Disisa waktu yang kami miliki ini.
DEG~
          Hingga, waktu yang tak pernah kuinginkan datang. Waktu kami (atau waktunya?) habis, tidak ada lagi yang tersisa. Tepat didepan rumahku sendiri.
_Mblobyblo_
Bahkan, belum sempat kuucapkan terima kasih
Kau sudah menutup payungmu,
Berlari kecil menghindari genang-genang air di jalan berlubang
Hingga hilang ditelan gelap malam
.
.
.
          Kami terdiam dalam keheningan beberapa saat. Rasanya begitu canggung. Bahkan aku sendiri juga tidak tahu apa yang harus kulakukan. Setelah kuputar otakku, maka, aku harus mengucapkan terima kasih padanya, kan?
          “Sehun-a—” ucapanku terputus ketika secara mendadak dia menutup payungnya—yang tadi digunakan untuk melingungiku—dan mengangguk sekali sambil menatapku, tanpa senyum. Setelahnya, ia berlari kecil menghindari genangan-genangan air di jalan yang berlubang.
          Aku terus menatap punggungnya yang perlahan mulai menjauh, dan kemudian hilang ditengah kegelapan. Kuhela nafasku, berusaha menyudahi rasa sesak yang menderaku secara tiba-tiba.
_Mblobyblo_
Kau meninggalkanku,
Tanpa mengusak kepalaku,
Atau menyalami tanganku
Kau tak lagi bersikap sama
.
.
.
          Dia pergi. Sehun pergi, meninggalkanku sendirian didepan gerbang kayu sederhana rumahku. Ia tak mengusak kepalaku; seperti ketika kami menghabiskan waktu bersama. Ia juga tak menyalami tanganku; seperti saat kami akan berpisah setelah menghabiskan waktu bersama untuk mengobrol.
          Dan aku mencoba untuk kembali pada kenyataan, se-pahit apapun itu, bahwa ia tak bersikap sama lagi.
_Mblobyblo_
          Kejadian-kejadian yang barusan terjadi, berputar dengan jelas di otakku. Seperti sebuah film dokumenter yang sengaja diputar. Sehun yang diam. Sehun yang tak pernah membicarakan kisah cintanya didepanku. Sehun yang—

          Tak pernah mengungkapkan perasaannya padaku.

          Kuhela lagi nafasku yang mulai terasa berat dan menyesakkan. Aku berbalik dan membuka pintu gerbangku, lalu kembali kututup sebelum aku melangkah lebih jauh memasukki rumahku.
          Sebelum aku membuka pintu utama, aku kembali menatap kegelapan yang tadi menenggelamkan Sehun kedalamnya. Setitik air mata yang diiringi penyesalan, jatuh dari pelupuk mataku.
Kenapa
          Hanya itu yang ingin kukatakan sekarang pada Sehun. Kenapa tadi ia tidak menyatakan perasaannya, sehingga aku tak seperti ini? Kenapa ia membuatku dihantui perasaan bersalah? Kenapa—

          Ia membiarkan cintanya itu terpendam dan tak terungkap? Kenapa ia membiarkan cinta yang (ternyata) kunanti itu menguap dan hilang—bahkan sebelum aku mengetahuinya?

          Aku tahu, aku tak bisa menjawabnya.
.
.
.
Perlahan, kau menghindar dan pergi
Membiarkan cinta yang tak pernah kau ungkapkan itu menguap,
Gugur dan hilang tak berbekas,
Seperti kelopak-kelopak krisan yang layu dihatiku .......

«FIN«
=KOTAK NYOCOT=
Lalala~ yeyeye~
Ryu’s back with HunHan Fic! :)
Bagaimana dengan HunHan-fic pertama saya ini? Apakah hancur dan tidak ada feel-nya sama sekali? Okay, saya tahu itu benar-_-
Maaf kalau feel-nya gadapet, karena saya memang kurang menaruh feel didalamnya XD juga karena appa saya sakit pas saya bikin. Jadi dalam keadaan max unmood :(
Last,
Review? ^^
Salam heaven :))



[CHAPTERED - YAOI] GHOST! AND MY LOVE STORY (SULAY) #CHAPTER I

TITTLE :
GHOST! And My Love Story (Soul And Ghost) [Chapter I]
AUTHOR :
Mblobyblo (@Kiraaa_chan)
CAST :
Zhang Yixing (Lay)
Kim Joonmyeon (Suho)
Park Chanyeol
Dan temukan sisa figuran” lainnya … ^^
GENRE :
Romance, Horror (?), Mystery (?), YAOI
RATING :
T
SUMMARY :
Aku hanyalah seseorang yang peduli terhadap perasaanmu. Tapi, aku tidak menyukaimu! Aku hanya tidak ingin kau bernasib sepertiku… suatu hari nanti
DISCLAIMER
All CAST is belong to their GOD, family, and themselves
This FANFICTION with the STORYLINE is PROBABLY mine!
WARNING!
JELEK | YAOI | BOYSLOVE | GJ | NOT EYD AT ALL | HORROR GAK BERASA | ROMANCE APALAGI | BIKIN SAKIT MATA DAN PERUT | HUMOR GARING | ETC
=KOTAK NYOCOT=
My first Horror fic!
Maaf kalo jelek. Hehehe, namanya juga baru belajar. :P
Gamau banyak bacot, ah! Males! Nanti aja kalo udah ending. #okesip
Oke,
Check This Out! ^^


¥ HAPPY READING ¥
Ghost! And My Love Story
∞ SOUL AND GHOST ∞
.
.
.


[Lay POV+Side]
            Sebuah suara memecah lamunanku. Tapi, aku tidak dapat mendengarnya dengan jelas. Yah, karena aku sedang melamun. Jadi, kuhiraukan saja suara itu.
            “Sampai kapan kau akan bertahan?” suara itu sekarang malah terdengar sangat jelas melalui indera pendengaranku. Seketika, aku mengedarkan pandangan ke sekeliling kamarku. Dan tidak satupun sosok—entah halus atau nyata—yang kutemui disana. Sekali lagi, aku menghiraukannya.
            Oh ya, kalian belum berkenalan denganku. Aku, Zhang Yixing. Seorang namja berkebangsaan China yang sudah menetap beberapa tahun di Korea. Aku hidup mandiri disini, meneruskan kuliahku yang sempat terputus di Changsa, tempat kelahiranku.
            “Sampai kapan kau akan bertahan, Zhang Yixing?” suara itu lagi. Dan sekarang semakin jelas dan bahkan sampai menggema. Tapi, bulu roma-ku sama sekali tidak meremang. Aku sudah biasa menghadapi hal-hal mistis seperti ini. Bukan sesuatu yang baru dalam hidupku, malah sudah terlalu sering kualami.
            “Siapa kau berani mencampuri urusanku?” tanyaku setelah aura disekitar kamarku menggelap. Mungkin, sosok aneh itu mulai marah karena pertanyaan yang diajukannya tidak kugubris sama sekali. Bukan, aku bukan tidak ingin menjawab pertanyaannya. Bahkan aku sudah tahu alur pembicaraannya, tapi aku hanya… tidak siap.
            “Aku hanyalah seseorang yang peduli terhadap perasaanmu. Tapi, aku tidak menyukaimu! Aku hanya tidak ingin kau bernasib sepertiku… suatu hari nanti” jawab sosok itu. Suaranya mengecil saat mengatakan ‘suatu hari nanti’, entah mengapa. Aku menolehkan kepalaku kearah tempat tidur, benar saja, dia ada disana. Sedang duduk ditepi ranjangku sambil menatap balkon.
            Aku cukup tertarik dengan arah bicaranya. Terutama saat bagian ‘aku hanya tidak ingin kau bernasib sepertiku… suatu hari nanti’. Kalimatnya itu sudah cukup membuatku penasaran, apa yang dimaksud sosok itu tadi.
            “Siapa namamu?” tanyaku sambil beranjak dari dudukku—yang semula ada didepan meja belajar. Kududukkan tulang dudukku disampingnya. Ia tampan, sayangnya ia hanya berbentuk roh, dengan banyak luka gores di sekujur tubuhnya. Dan satu luka tusuk yang masih mengeluarkan darah di bagian tenggorokannya. Luka paling parah yang kulihat di tubuhnya yang terbalut kemeja dan jeans.
            “Aku? Namaku, Park Chanyeol” jawab namja itu santai. Aku mengangguk-anggukkan kepala, tanda mengerti.
            “Apa tujuanmu datang kesini? Dan, apa maksudmu dengan kata nasib tadi?” tanyaku berkelanjutan. Ia masih menatap kearah balkon, menatap langit malam yang sepertinya memang sedang sangat baik. Bintang berkelap-kelip di langit, padahal biasanya, malam hanya diisi oleh rembulan, tanpa ada setitik cahaya bintang.
            “Aku hanya ingin mencari teman. Aku kesepian. Keluarga dan teman lamaku, tidak ada yang peduli padaku. Dan aku menemukanmu sedang mengobrol dengan Leeteuk-hyung tadi. Kupikir, kau adalah orang yang asyik diajak berteman” jawabnya lagi tanpa memandangku.
            “Leeteuk-hyung itu siapamu?” aku cukup senang juga ada yang ingin menjadikanku teman. Yah, walau dia hanya berupa roh, tapi aku sudah cukup senang. Mengingat aku sama sekali tidak punya teman yang benar-benar mengerti diriku, semenjak kepindahanku beberapa tahun lalu kesini. Ada sih temanku, ya sejenis dengan Chanyeol, berupa roh. Tapi mereka datang sebentar, lalu pergi lagi. Berkelana, layaknya roh pada umumnya.
            “Dia kakakku. Dan oh ya, tentang nasib yang kau tanyakan tadi. Sepertinya kau juga memendam perasaan pada seseorang, ne? Mungkin aku bisa ‘sedikit’ membantu” tawarnya. Kali ini, ia tersenyum padaku. Menampakkan dua baris gigi putih yang terlihat sangat rapi dan teratur.
            “Oke, oke. Sepertinya kita bisa berbincang banyak malam ini” kunyamankan posisi dudukku, begitupun Chanyeol.

~~Ghost! And My Love Story~~

            Aku baru memejamkan mataku beberapa jam yang lalu. Begadang penuh bersama Chanyeol—teman baruku, rasanya begitu spesial. Kami membicarakan banyak hal, mulai dari kisahnya ‘mati’ dan lainnya. Tanpa kuketahui, dia malah sangat humoris dan sering-sering menghilangkan rasa kantukku dengan lelucon bodohnya.
Everybody hates me,
But you love me, and I love you
Ohh oohh ohh (Woo oohh oohh)
(Epik High – Don’t Hate Me)
            Suara dering ponselku berbunyi. Siapa juga yang menelfon pagi-pagi seperti ini? Ah, aku tidak peduli. Aku mendapat jatah kuliah sore, sampai malam. Yang jelas bukan salah satu dari dosenku yang akan mengamuk jika ‘pembantunya’—dalam arti kata lain adalah aku—tidak datang kuliah.
            “Hey, Yixing! Telefon itu dari—Guardian sunbae. Eh? Siapa itu?” suara Chanyeol malah menginterupsiku. Mendengar kata ‘Guardian sunbae’, mataku langsung terbuka lebar. Aku langsung panik dan segera mengangkat telefonku.
            “Hah? Yeoboseyo, sunbaenim?” sapaku dengan suara serak. Mungkin efek terlalu banyak tertawa karena lelucon Chanyeol kemarin. Bahkan otakku masih belum sepenuhnya ter-koneksi, jadi aku hanya bisa sedikit menanggapi telefon dari orang ‘penting’ itu.
            “Ah, yeoboseyo, Yixing. Maaf mengganggu tidurmu. Aku hanya ingin mengingatkan, hari ini ada rapat pukul 3 di ruang musik. Jangan lupa, ne? Dan, selamat pagi” aku menghela nafas begitu mendengar Suho sunbaenim—orang yang menelfonku—mengingatkan soal rapat itu.
            “Ne, sunbaenim. Terima kasih atas peringatannya. Selamat pagi juga, sunbaenim” aku mengedarkan pandanganku kesekeliling kamar, berusaha mencari Chanyeol. Dan aku menemukan dia sedang memainkan gameStronghold Crusader’ di laptopku. (game gua itu mah XD)
            “Suaramu serak sekali? Sesuatu terjadi?” aku hampir berteriak kegirangan ketika Suho sunbaenim menanyakan keadaanku. Tapi niatan itu gagal, mengingat aku sedang bertelefon dengannya—walau alasan yang paling konkrit adalah karena tenggorokanku sakit.
            “Mungkin karena, uhuk, kemarin saya begadang untuk menuntaskan tugas, sunbaenim. Terimakasih~” ujarku. Betapa malunya aku, saat ditengah kalimat, suaraku sedikit tercekat sehingga mengharuskanku untuk terbatuk.
            “Ohh, begitu. Sebaiknya minum sari jahe hangat. Cepat sembuh, ne!”
PIP!
            Panggilan itu terputus. Eh, tidak sih. Dia yang memutuskannya duluan, bahkan belum sempat aku mengucapkan kata ‘terima kasih’ atas sarannya itu. Selalu begitu.
            “Jadi namanya Suho yah?” tanya Chanyeol sambil terus memainkan game-nya dengan serius. Walau wajahnya tetap saja sih, idiot. -_-
            “Berhubung kau adalah sahabat pertamaku, maka akan kujawab dengan jujur. Ya” jawabku dengan suara serak. Kepalaku juga rasanya sakit, jadi, kuputuskan untuk kembali rebahan di tempat tidur. Menanti rasa kantuk itu datang, sembari mengobrol (lagi) dengan Chanyeol.
            “Sepertinya dia menarik. Dan, apa? Aku sahabat pertamamu? Impossible!” ujarnya sambil terkekeh. Aku mendengus kesal. Semua hantu—sebenarnya aku lebih suka menyebut mereka dengan roh—pasti selalu heran mendengar aku ‘tidak punya sahabat’ di dunia manusia.
            “Baiklah. Mianhae menyinggungmu. Sudah tidur lagi sana! Kau terlihat buruk! Suaramu juga seperti hantu! Padahal aku yang hantu saja, terlihat tampan! Hahaha~” ia menyombongkan dirinya lagi. Tidak bosan apa dia dari kemarin menyombongkan diri terus? Ia yang dipuja-puja banyak yeoja semasa hidup, punya banyak teman—yang sekarang tidak peduli padanya—dan masih banyak lagi.
            “Mulai lagi. Bangunkan aku pukul satu!” ujarku sebelum kembali terlelap karena rasa kantuk yang tiba-tiba datang, juga rasa sakit pada kepalaku yang semakin menjadi-jadi.
****
            “Xing, ini sudah pukul setengah dua! Cepat bangun!” aku bergumam-gumam tak jelas mendengar suara Chanyeol masuk ke gendang telinga-ku.
            “Euunggh~ lima menit lagi, Yeol” ujarku lalu siap-siap untuk kembali terlelap.
BYUURR!
            “ANJIRRR!!! (?)” mulai lagi kebiasaan burukku. Kalau orang lain saat kaget akan terlonjak lalu menyentuh dada kirinya—berharap bahwa jantungnya masih bekerja dengan baik, aku malah mengucapkan sumpah serapah jika kaget. (bayangin aja sumpah serapahnya pake Bakor, soalnya aku juga gtw bentuk sumpah serapah Bakor)
            “Hahahahah! Sudah kubilang! Cepat bangun!” suara Chanyeol yang tertawa puas setelah mengguyurku dengan segelas air disamping tempat tidurku.
            “Heuh~ baik-baik! Aku bangun! Lain kali tidak usah mengguyurku dengan air!” kesalku sambil melangkah menuju kamar mandi.
Kiraaa_chan
            “Kau mendengar yang kukatakan, kan?” suara Suho sunbaenim memecah konsentrasiku. Segera saja aku mendongak dan mendapatiku menatap curiga. Aku mengangguk, dan berusaha tersenyum meyakinkan. Rapat-pun berlanjut, dan aku menghela nafas lega.
            Ohh, demi cerita menyedihkan milik Chanyeol, aku berani bersumpah bahwa tadi aku sudah berbohong pada Suho sunbaenim. Dari tadi, aku sibuk menggambar tokoh-tokoh manhwa buatanku. Sementara hal-hal penting yang diucapkan Suho selama 30 menit berlalu, dicatat secara otomatis oleh perekam suara yang kubeli beberapa bulan yang lalu.
            “Chagiyaa~~” sebuah suara manis memecah keheningan rapat. Aku mendengus pelan, berusaha terlihat tidak terlalu kesal. Walaupun dalam hati, aku rasanya muak mendengar suara itu. Seperti gula, dicampurkan madu, dicampur lagi dengan pemanis buatan. (muntah dah! X_X)
            “Aduh, aku kan sedang rapat, chagi. Kenapa tiba-tiba kemari, hm?” Suho malah meladeni ‘tingkah (sok) manis’ itu dengan tingkah (sok) romantis pula. Membuat hatiku rasanya seperti terbakar. (Reader : mari kita kubur Suho appa karena selingkuh!!! *bawa cangkul*)
            Yeoja itu, Jung Jessica. Pacar Suho hampir setahun belakangan. Entah apa yang dilihat Suho dari yeoja itu, sampai-sampai ia mau menjadi pacar-entah-keberapa Jessica. Lihat saja mantan-mantannya, jika kau hitung, bahkan jari tangan ditambah jari kakimu tidak akan mencukupi jumlahnya. Kupikir Suho tidak terlalu bodoh untuk menerima ‘pernyataan cinta’ Jessica, nyatanya, dia sama saja dengan 57 pria yang kini sudah menjadi ‘mantan’nya (Kalau aku tidak salah menghitung).
            “Aku hanya merindukanmu~” suara manis itu berkumandang lagi. Aku hanya menghela nafas, sangat pelan, hampir tak terdengar. Takut-takut jika aku menghela nafas terlalu keras, perhatian semua pengurus klub musik dan menyanyi akan langsung tertuju padaku. Tindakan bodoh.
            “Surprise!” suara Chanyeol terdengar begitu pelan di telingaku. Aku menoleh, tapi tidak mendapati dirinya dibelakangku. Aku jadi sedikit curiga, dia akan melakukan sesuatu yang aneh. Membuat onar, misalnya.
SINGHH! *efek suara sepesial (?)*
            Aku menatap satu per satu orang di ruangan itu. Setelah angin tiba-tiba berhembus, padahal jendela tertutup dan AC tidak dinyalakan. Dan benar saja, kulihat sesuatu yang janggal dalam jiwa Jessica.
            Ia secara tiba-tiba berdiri. Menatap Suho dengan tatapan penuh kebencian. Sementara Suho hanya menatapnya tak mengerti. Aku diam, mengamati, apa yang akan dilakukan ‘Jessica’ selanjutnya. Suho malah ikut berdiri, dia menatap ‘Jessica’ lembut. Kelakuan yang salah, batinku.
PLAK!
            Aku hampir meledakkan tawaku, begitu melihat ‘Jessica’ menampar pipi Suho. Semua pengurus langsung tercengang dan berpindah tempat duduk, menjadi di belakangku. Sementara Suho bergeming, ia hanya memegangi pipinya yang sudah pasti memerah. Mereka sudah tahu rupanya, batinku lagi.
            “Kau ini! Namja bodoh! Tolol! Mau-maunya dibodohi yeoja playgirl macam yeoja ini! Harusnya kau membuka mata hatimu! Lihat di sekitarmu, ada yang mencintaimu dengan tulus! Bukan demi popularitas seperti Jessica!” tentu saja. Jessica sekarang kerasukan. Dan pelakunya, sudah pasti…



Park Chanyeol
****
            “Hey, Yeol! Ayo keluar! Nanti kita by one main Stronghold, oke?” bujukku. Semua orang yang ada disitu menatapku bingung. Ya, sekarang aku dalam usaha mengeluarkan Chanyeol dari tubuh Jessica. Tapi, dia dari satu jam yang lalu, tidak mau keluar. Terpaksa aku membujuknya.
            “Ahh~ tidak mau! Kau main satu level belum habis saja sudah kalah!” tolak Chanyeol. Aku menghela nafas pelan, berusaha meredam amarahku. Memang aku tidak bisa bermain, tapi setidaknya tidak perlu dikatakan secara terang-terangan. Itu…. Memalukan!
            “Kau mengenalnya?” tanya Suho-sunbaenim. Aku hanya menatapnya dengan tatapan tolong-diam-aku-sedang-usaha. Ia hanya mengangguk, mengerti.
            “Kau minta apa? Nanti kuturuti deh! Keluar dulu!” bujukku lagi. Susah sekali membujuk Chanyeol, mengingat ia meninggal di usia 17 tahun. Usia yang masih labil. Padahal usiaku sekarang juga masih 17 tahun :Dv.
            “Yaksokhae?” tanyanya sambil mengacungkan kelingking—yang sebenarnya kelingking Jessica. Aku mengangguk dan mengaitkan kelingkingku pada ‘kelingkingnya’.
SINGHH!      
            Dia keluar dan langsung duduk di bangku piano. Aku mengacungkan jempol padanya, sementara ia tersenyum. Aku menatap tubuh Jessica yang masih pingsan. Semua orang langsung meng-khawatirkannya. Aku, yang seharusnya diberi ucapan ‘terima kasih’ karena mengeluarkan Chanyeol dari tubuh Jessica, malah diabaikan. Memang terkadang, kemampuanku ini dimanfaatkan untuk mengurusi hal-hal seperti itu. Setelah selesai, aku kembali dilupakan.
            “Maaf membuatmu sedih. Ayo kita pergi!” kata Chanyeol penuh rasa bersalah. Aku menggeleng, tanda tidak apa. Tapi, aku tetap menuruti keinginannya. Semakin cepat aku pergi dari sini, semakin baik.
            Aku membereskan barang-barangku yang tadi berserakan karena kupakai. Setelah semuanya masuk kedalam tas, aku bangkit dan berjalan menyusul Chanyeol yang sudah terlebih dulu keluar ruangan.
            “Chakkaman!” suara Suho-sunbaenim membuatku langsung diam di tempat. Aku menoleh, dan menatapnya datar. Berusaha terlihat biasa, walaupun pada dasarnya jantungku berdebar kencang.
            “Kau mengenal hantu yang merasukki Jessica tadi?” tanyanya. Satu lagi. Orang yang memanggil roh dengan hantu. Aku benci hal itu! Pada dasarnya, roh dan hantu adalah dua hal yang berbeda!
            “Suho-hyung! Ayo kita bawa Jessica-noona ke UKS!” panggil Kyungsoo, wakil klub musik dan menyanyi pada Suho. Ia masih menatapku, berharap mendapat jawaban dari pertanyaannya. Aku hanya membalikkan badanku dan mulai berjalan. Baru beberapa langkah, aku berhenti.
            “Ya, aku mengenalnya. Dan jangan memanggil mereka hantu! Mereka roh!” pintaku—yang lebih tepat disebut perintah—pada Suho-sunbaenim.
            “—Apalagi Chanyeol. Dia… temanku!” sambungku sebelum benar-benar meninggalkan ruang musik.
            Aku tidak peduli jika selanjutnya, Suho-sunbaenim mengecapku sebagai ‘anak gila’ atau ‘anak aneh’, karena berteman dengan roh. Karena aku jujur, daripada aku tidak punya teman sama sekali? Bukankah itu lebih baik?
            Kulihat Chanyeol berdiri didepan sebuah kelas. Dari departemen ekonomi atau bisnis, aku sedikit lupa. Ia memandang kelas itu dengan tatapan sedih. Aku menjadi sedikit heran. Apakah dia memiliki kenangan ‘tersendiri’ di kelas itu? Atau dia pernah bersekolah disini—sebelum tewas?
            “Hey, Yeol! Ayo kita ke taman dekat apartemen!” ajakku. Dengan tujuan agar Chanyeol tidak terus menerus bersedih menatap kelas yang sebenarnya sedang kosong itu.
            “Ne, kajja!” ia terlihat bersemangat. Walaupun nada bicaranya terdengar sangat menyedihkan. Aku menarik tangannya—yang transparan—menjauhi tempat itu. Koridor yang sepertinya akan menyimpan kenangan buruk bagiku—atau Chanyeol juga.
****
            Kami sudah terdiam dalam keheningan selama hampir satu menit, semenjak kami datang kesini. Jujur saja, ajakan tadi, aku hanya asal. Dan aku juga belum memikirkan topik yang tepat untuk dibahas bersama Chanyeol. Karena kupikir, dia sudah memiliki cerita sendiri untuk dibagi.
            “Hey, mau dengar kisah hidupku?” tawar Chanyeol. Aku mengangguk senang. Mendengar kisah hidup orang lain—atau roh lain—lebih menarik daripada aku menceritakan kisah hidupku sendiri. Karena menurut Minhyun—salah satu roh yang pernah kutemui, kisah hidupku seperti peran menyedihkan dalam drama.
            Tentang kemarin aku bercerita panjang lebar dengan Chanyeol, aku hanya mendengar tentang kisah kematiannya yang mengenaskan. Kalau kisah hidupnya, aku sendiri tidak tahu secara jelas. Beruntung saja, tanpa dipaksa, ia sudah merelakan diri membagi kisah hidupnya.
            “Baiklah—“ dan diapun mulai menceritakan kisah hidupnya.
.TBC or END?.
Ghost! And My Love Story
A/N :
Chapter lagi .. -__-
Doakan saja, semoga yang kali ini nggak kebanyakan alesan buat nunggak .. :D
Niatannya sih nggak bikin chapter, tapi kayaknya nggak bisa. Storyline-nya masih panjang.. u,u
Oh ya! Chapter depan, spesial menceritakan kisah hidup Park Chanyeol!
So, siap” bagi Chanbaek shipper, akan banyak moment Chanbaek disana! *lirik chapter II*
Eumm~ semoga cepet update yah, khusus chapter dua ini .. nunggu respon reader aja .. :D
Oh ya, maaf buat fansnya Jessica .. dia dibikin ‘pengganggu’ di FF ini.. jeongmal jwaesonghamnida! ^^v
Oke,
Mind to review?
Salam heaven :))