AUTHOR :
Mblobyblo (@Kiraaa_chan)
CAST :
Oh Sehoon
Xi Luhan
GENRE :
Sad-Romance (maybe?)
RATING :
G
SUMARRY :
“Perlahan, kau
menghindar dan pergi. Membiarkan cinta yang tak pernah kau ungkapkan itu
menguap. Gugur dan hilang tak berbekas. Seperti kelopak-kelopak krisan yang
layu dihatiku .......”
=KOTAK NYOCOT=
Hmm, maybe it’s my first Fanfic for HunHan~ :)
Terinspirasi dari salah satu puisi karya saya
sendiri, yang inspirasinya juga datang dari salah satu fiksi dalam majalah
‘Story’ dengan judul sama; Dua Kelopak Krisan.
Oke,
Check this Out!! ^^
.
.
.
It’s BL Fic
.
.
.
Don’t like? Don’t read!
.
.
.
«HUNHAN || DUA KELOPAK KRISAN || BL«
©Mblobyblo
.
.
.
.
[LUHAN’S POV]
Rintik hujan
yang turun serupa denting jam,
Menemani kita
dalam menyusuri deretan pohon ek yang berjajar,
Gagah, seolah
memberi hormat, layaknya seorang prajurit
Dan kita
adalah ratu dan rajanya
.
.
.
Harusnya
aku sudah ada di kamar, mengerjakan essay-ku
yang akan dikumpulkan besok, ditemani segelas coffee latte hangat—ditengah hujan seperti ini, apalagi. Salahkan
guru sialan (ups! Maaf) yang
membuatku harus tertahan sampai larut malam hanya demi dua jam pelajaran
tambahan. Ukh! Aku benci pelajaran tambahan! (sepertinya kalian tak mau tahu
juga kan?)
Aku
sedang dalam perjalanan pulang sekarang. Yeah~ tidak sendirian juga, sih. Toh,
tidak mungkin aku pulang larut malam seperti ini. Sebagai seorang pria
cantik—begitu kata Jongdae—aku tidak baik pulang larut malam sendirian. Aku
diperlakukan seperti seorang yeoja,
selalu.
Maka
dari itu, entah keberuntungan apa yang berpihak padaku, hingga aku ditemani
seorang seme untuk pulang. Dia Oh
Sehoon, adik kelasku yang memiliki pokerface,
tapi tetap tampan. Kami dalam perjalanan menuju rumahku sekarang. Yah, mungkin
dalam beberapa ratus meter, kami sudah sampai.
Jajaran
pohon ek disamping kiri dan kanan tampak begitu gagah. Seperti
prajurit-prajurit kerajaan yang menghormat pada raja dan ratunya. Bahkan
ditengah hujan seperti ini-pun, mereka tetap nampak gagah.
Memikirkan
tentang kami raja dan ratunya, aku kembali teringat kata-kata Jongin—teman
Sehun, yang juga temanku di klub dance—bahwa
Sehun menyukai-ku. Aku hanya berkata; ‘Berhentilah bercanda, Kim Jongin!’ dan
berlalu tanpa benar-benar berpikir itu serius.
Itu
terjadi sebelum Zitao dan Baekhyun, dua teman Sehun yang lain, juga berkata
demikian padaku, ketika kami tak sengaja bertemu di suatu siang. Kupikir mereka
bercanda, tapi setelah melihat raut mereka yang sungguh-sungguh, aku berpikir
bahwa yang mereka katakana adalah benar.
Hanya
saja... semua orang tahu bahwa sekarang aku adalah kekasih Kris, ketua tim
basket, murid tingkat tiga. Aku berpikir bahwa Sehun akan menyerah dan
(mungkin) mencari orang lain.
Nyatanya.....
aku salah besar.
Ia tak pernah menyerah, sama sekali.
_Mblobyblo_
Kau,
memayungiku dengan payung transparan milikmu
Dan kau
biarkan dirimu terhujam oleh rintik air sulfat yang jatuh,
Aku laksana
bunga snowdrop yang rapuh,
Dan kau adalah
salju yang menaungi-ku
.
.
.
Kami
berjalan dalam keheningan yang canggung. Tangan kirinya masih terus setia
memayungiku dengan payung transparan miliknya. Aku merasa tersanjung, sungguh.
Kris tak pernah melakukan itu padaku, bahkan tadi dia meninggalkanku untuk
pergi ke rumah temannya, daripada mengantarku pulang. Ah, tidak penting. Aku
sedang sebal dengannya, dan aku tak ingin membicarakan apapun lagi dengannya.
Aku
tak enak hati melihat Sehun yang kehujanan, sementara aku kering-kering saja
karena tertutup payungnya. Dia nampak begitu melindungiku, seolah aku ini bunga
snowdrop, dan dia adalah
rintik-rintik salju yang menaungi diriku.
Dan
memikirkannya membuatku (lagi-lagi) tersanjung.
_Mblobyblo_
Kau, adalah
pelabuhan
Yang sangat
mudah untuk kuraih
Sementara dia,
adalah menara
Begitu tinggi,
dan sulit untuk kujangkau
.
.
.
Fantasi
liarku mulai bermain. Dengan membandingkan seorang Oh Sehoon dan Kris Wu,
kekasihku sendiri. Mungkin, jika Sehoon adalah pelabuhan, maka Kris adalah
menara.
Sehun,
jelas-jelas begitu mudah untuk kugapai dan kumiliki. Aku tak perlu terlalu
muluk-muluk, dia akan datang dan memberikan dirinya untukku, tanpa perlu
diminta.
Kris,
jelas-jelas begitu sulit unuk kugapai dan kumiliki. Yah, walaupun sekarang aku
adalah kekasihnya, bukankah tidak menutup kemungkinan aku mudah disingkirkan?
Selain diriku juga kan, masih banyak pria cantik lain di sekolah. Apalagi untuk
pria player seperti Kris, bukankah dia mudah bosan?
Aku tetap tak
mengerti diriku sendiri.
_Mblobyblo_
Tapi, pada
kenyataan,
Akulah yang
terlalu bodoh
Aku terlalu
berharap pada sang menara,
Berulang kali
aku memanjat, sebanyak itu-lah aku terjatuh
.
.
.
Dan aku, yang
dengan bodohnya memilih memanjat menara dengan susah payah daripada harus
memilih pelabuhan yang berbaik hati menyerahkan segala miliknya untukku. Ya,
aku memang bodoh. Mencintai seseorang yang jelas-jelas tidak benar-benar
mencintaiku.
Aku-lah yang
terlalu banyak berharap pada Kris, padahal ia juga tidak pernah memberi harapan
yang nyata padaku. Aku yang terlalu banyak bermimpi, berandai-andai bahwa
hubungan kami akan bertahan sampai kami menikah kelak. Cih, omong kosong.
Karena
se-khayal apapun aku berandai-andai, aku tak akan pernah bisa meluluhkan hati
seorang player seperti Kris Wu. Berulang kali aku mencoba, sebanyak itu-lah aku
gagal. Bodoh, kau boleh mengatakan kata itu beratus-ratus kali padaku.
Itu memang
kenyataan. Kenyataan yang menyakitkan.
_Mblobyblo_
Aku tak pernah
melihatmu, yang selalu ada disisiku
Seolah kau
adalah payung transparan,
Menaungi-ku, menjagaku dari rintik hujan,
Tapi kau tak
pernah benar-benar nampak dimataku
.
.
.
Rasa
bersalah mulai memenuhi ruang hatiku ketika aku menyadari, bahwa selama ini,
Sehun-lah yang sedikit-banyak menolongku. Dia yang ada saat aku butuh bantuan,
butuh tempat mencurahkan kekesalanku terhadap Kris—oh, namja itu lagi—, dan masih banyak lagi. Tapi aku tak pernah
menempatkan dirinya di tempat teratas skala prioritasku. Entah kenapa, aku
hanya ingat padanya saat aku benar-benar sendirian dan butuh teman.
Dia
seperti payung transparan yang memayungi diriku sekarang. Ia tak pernah
benar-benar ada dalam pikiranku, tak nampak—bukan dalam arti sebenarnya—, tapi
aku tahu bahwa dia benar-benar ada. Ia yang melindungi, yang selalu ada saat
aku butuh, yang membelaku.
“Sunbae, apa yang kau pikirkan?” berulang
kali aku bilang padanya untuk memanggilku ‘hyung’,
tapi ia tidak pernah melakukannya. ‘Kita kan hanya sebatas senior dan junior’
katanya setiap kusuruh memanggilku ‘hyung’.
“Ah,
bukan apa-apa” jawabku berkelit.
Sehun,
harusnya aku minta maaf. Aku terlalu bodoh untuk menganggapmu sebagai angin
lalu. Sekarang, aku sendiri yang menyesal, sungguh.
_Mblobyblo_
Ayolah, aku
menunggu
Nyatakan
perasaanmu, dan buat aku lupa
Lupa akan dia,
si menara yang menyakitiku
Dan, buat aku
berpaling darinya
.
.
.
Sehun,
ayolah! Katakan perasaanmu padaku! Jangan buat aku menunggu lebih lama lagi!
Jangan biarkan aku hanya mendengar kata-kata dari temanmu. Katakan dari dirimu
sendiri.
Buat
aku lupa, Sehun. Kalau perlu buat aku amnesia—oh berlebihannya aku. Lupa akan
dia, si menara yang dengan tega menyakitiku. Si Kris Wu bodoh yang
menyia-nyiakan cintaku. Ayolah, Sehun! Buat aku berpaling darinya!
_Mblobyblo_
Dalam nyata,
kau hanya diam, terus memayungi tubuhku
Sesekali
bercerita, bagaimana jalan cerita hidupmu
Tanpa
sekalipun mengungkit kisah cinta yang terselip didalamnya
Yang pasti ada
aku disana
.
.
.
Setelah
diam dalam keheningan canggung yang lama, Sehun membuka pembicaraan kami dengan
menceritakan kehidupan sehari-harinya yang menyenangkan. Bagaimana konyolnya
Jongin ketika Jeon-seonsaengnim
mengajar di kelas, atau keberanian Baekhyun memakai eyeliner super tebal ketika pelajaran berlangsung.
“Oh
ya, ada satu lagi. Saat pelajaran olahraga berlangsung, ketika itu materi sepak
bola, kami dibagi menjadi dua tim—” sekalipun pandanganku tertuju padanya, aku
tidak benar-benar memperhatikan yang dia bicarakan. Aku terlalu sibuk
memandangi wajahnya (yang dengan bodohnya baru kusadari) yang tampan.
“—Sebelum
Han-seonsaengnim meniup peluit, Zitao
menendang bola itu sampai nyaris terkena kepala Han-seonsaengnim. Aku tertawa terpingkal-pingkal saat itu,” dan Sehun
terus bercerita, sesekali mereka berdua tertawa akan kejadian-kejadian bodoh
yang terjadi.
“Bagaimana
dengan kisah cintamu? Kenapa tidak cerita?” kalau pertanyaan ini, aku sengaja
mempersiapkannya. Maksudku, untuk menyindir. Daritadi cerita tentang
teman-temannya terus. Aku bosan.
Sehun
hanya diam, pandangannya menerawang ke langit malam yang keruh dan dipenuhi
awan culumbus yang menjatuhkan bulir-bulir air sulfat ke bumi. Ia nampak enggan menjawab pertanyaanku;
“Entahlah,”
jawabnya. Aku hanya menggumamkan kata; ‘oohh’ lalu kembali diam dan berpikir.
Apakah
dia tidak mau bercerita, karena ada aku didalamnya? Karena cerita cinta yang
dianggapnya bertepuk sebelah tangan itu? Benarkah bertepuk sebelah tangan? Kenapa
aku merasa sekarang—
Hatiku mulai bercabang dua?
_Mblobyblo_
“Apa ada yang
lebih menyakitkan dari hidup Sisyphus?”
Kau
menggeleng, tanda tidak—atau mungkin tidak tahu?—
Sisyphus, yang
memiliki penderitaan paling banyak dalam hidupnya
.
.
.
“Apakah
ada yang lebih menyakitkan dari hidup Sisyphus?”
tanyaku untuk memecah keheningan yang tercipta diantara kami. Sehun menoleh
sebentar, lalu menggeleng. Entah karena tidak, atau tidak tahu.
Aku
tersenyum, tidak banyak memang yang tahu kisah Sisyphus. Tapi aku pernah mendengarnya dari ibu-ku. Dan aku
se-sering mungkin membagikannya; pada semua orang yang kutanyai seperti Sehun
tadi.
“Sisyphus—orang yang memiliki penderitaan
paling banyak dalam hidupnya,” kataku. Dia menoleh, seolah tertarik dengan
pembicaraan ini.
_Mblobyblo_
Atas nama dosa
dan pengorbanan,
Ia akan
mendorong batu besar kepuncak gunung
Jika batu itu
menggelinding, ia akan mendorongnya lagi, terus sampai akhir hayatnya
Haruskah
perjuanganku seperti itu?
.
.
.
“Siapa
itu Sisyphus? Dan kenapa dia orang
yang memiliki penderitaan paling banyak dalam hidupnya?” tanya Sehun setelah
aku lama terdiam, tak melanjutkan ceritaku. Aku terkesiap, lalu tersenyum.
“Konon,
atas nama dosa dan pengorbanan, dia mendorong batu besar ke puncak gunung. Jika
batu itu menggelinding, ia akan mendorongnya lagi, terus sampai akhir
hayatnya.” Sehun hanya diam. Tapi aku tahu, dia mendengarkan dengan baik.
“Sehun-a,” panggilku.
“Ya,
sunbaenim?” sahutnya dengan setengah
suara.
“Apakah
perjuanganku harus sepertinya? Seperti Sisyphus?”
Kau
terdiam.
_Mblobyblo_
Kau hanya
terdiam, tanpa berniat membalas ucapanku
Aku tahu, aku
yang terlalu banyak berharap—atau menuntut?—
Ketika
penerangan diujung jalan, yang kusebut rumah, mulai nampak
Aku tahu
waktu-ku semakin sempit
.
.
.
Aku
menunggu jawaban Sehun selama hampir tiga menit lebih dalam diam, tapi ia tidak
kunjung menyuarakan pendapatnya. Hahaha~ mungkin aku yang terlalu banyak
berharap, kan? (Atau menuntut?)
Kutatap
kakiku sendiri yang terbalut sepatu snickers
putih dengan garis biru di beberapa sisinya, yang kini menapak
genangan-genangan air hujan. Ketika pandanganku tertuju kearah depan, dapat
kulihat cahaya di ujung jalan; yang biasa kusebut rumah.
Bagaimana
lagi aku harus membuat Sehun menyatakan perasaannya padaku? Agar aku bisa
melupakan Kris dan belajar mencintainya? Waktuku semakin sempit, tapi ia tak
kunjung bersuara.
_Mblobyblo_
Tapak demi
tapak kita lalui,
Dalam
kesunyian yang tak berarti
Hingga waktu
itu habis,
Didepan
rumahku sendiri
.
.
.
Kuhitung
detik demi detik yang tersisa bagiku dan Sehun. Kami terdiam dalam kesunyian
yang sama sekali tak berarti—bagiku. Menunggu, aku menunggu Sehun mengungkapkan
perasaannya. Disisa waktu yang kami miliki ini.
DEG~
Hingga,
waktu yang tak pernah kuinginkan datang. Waktu kami (atau waktunya?) habis,
tidak ada lagi yang tersisa. Tepat didepan rumahku sendiri.
_Mblobyblo_
Bahkan, belum
sempat kuucapkan terima kasih
Kau sudah
menutup payungmu,
Berlari kecil
menghindari genang-genang air di jalan berlubang
Hingga hilang
ditelan gelap malam
.
.
.
Kami
terdiam dalam keheningan beberapa saat. Rasanya begitu canggung. Bahkan aku
sendiri juga tidak tahu apa yang harus kulakukan. Setelah kuputar otakku, maka,
aku harus mengucapkan terima kasih padanya, kan?
“Sehun-a—” ucapanku terputus ketika secara
mendadak dia menutup payungnya—yang tadi digunakan untuk melingungiku—dan
mengangguk sekali sambil menatapku, tanpa senyum. Setelahnya, ia berlari kecil
menghindari genangan-genangan air di jalan yang berlubang.
Aku
terus menatap punggungnya yang perlahan mulai menjauh, dan kemudian hilang
ditengah kegelapan. Kuhela nafasku, berusaha menyudahi rasa sesak yang
menderaku secara tiba-tiba.
_Mblobyblo_
Kau
meninggalkanku,
Tanpa mengusak
kepalaku,
Atau menyalami
tanganku
Kau tak lagi
bersikap sama
.
.
.
Dia
pergi. Sehun pergi, meninggalkanku sendirian didepan gerbang kayu sederhana
rumahku. Ia tak mengusak kepalaku; seperti ketika kami menghabiskan waktu
bersama. Ia juga tak menyalami tanganku; seperti saat kami akan berpisah
setelah menghabiskan waktu bersama untuk mengobrol.
Dan
aku mencoba untuk kembali pada kenyataan, se-pahit apapun itu, bahwa ia tak
bersikap sama lagi.
_Mblobyblo_
Kejadian-kejadian
yang barusan terjadi, berputar dengan jelas di otakku. Seperti sebuah film
dokumenter yang sengaja diputar. Sehun yang diam. Sehun yang tak pernah
membicarakan kisah cintanya didepanku. Sehun yang—
Tak
pernah mengungkapkan perasaannya padaku.
Kuhela
lagi nafasku yang mulai terasa berat dan menyesakkan. Aku berbalik dan membuka
pintu gerbangku, lalu kembali kututup sebelum aku melangkah lebih jauh
memasukki rumahku.
Sebelum
aku membuka pintu utama, aku kembali menatap kegelapan yang tadi menenggelamkan
Sehun kedalamnya. Setitik air mata yang diiringi penyesalan, jatuh dari pelupuk
mataku.
Kenapa
Hanya
itu yang ingin kukatakan sekarang pada Sehun. Kenapa tadi ia tidak menyatakan
perasaannya, sehingga aku tak seperti ini? Kenapa ia membuatku dihantui
perasaan bersalah? Kenapa—
Ia
membiarkan cintanya itu terpendam dan tak terungkap? Kenapa ia membiarkan cinta
yang (ternyata) kunanti itu menguap dan hilang—bahkan sebelum aku
mengetahuinya?
Aku
tahu, aku tak bisa menjawabnya.
.
.
.
Perlahan, kau menghindar dan pergi
Membiarkan cinta yang tak pernah kau ungkapkan
itu menguap,
Gugur dan hilang tak berbekas,
Seperti kelopak-kelopak krisan yang layu
dihatiku .......
«FIN«
=KOTAK NYOCOT=
Lalala~
yeyeye~
Ryu’s back
with HunHan Fic! :)
Bagaimana
dengan HunHan-fic pertama saya ini? Apakah hancur dan tidak ada feel-nya sama sekali?
Okay, saya tahu itu benar-_-
Maaf kalau
feel-nya gadapet, karena saya memang kurang menaruh feel didalamnya XD juga
karena appa saya sakit pas saya bikin. Jadi dalam keadaan max unmood :(
Last,
Review? ^^
Salam heaven
:))